Tak pelak peristiwa itu memberikan pukulan terhadap pemerintahan Presiden Obama. Apalagi cadangan minyak dan gas di daerah ini adalah cadangan terbesar di Bumi. Cadangan minyak yang tumpah ruah ke lautan pun semakin hari semakin bertambah, dan tidak ada tanda-tanda berkurang sedikitpun.
Mungkin peristiwa ini mirip dengan meluapnya lumpur di kawasan Porong, Sidoarjo yang menimbulkan tekanan secara politik maupun di bidang lingkungan hidup bagi Pemerintah Indonesia. Sampai sekarang kasus di Porong tersebut masih terkatung-katung tanpa penyelesaian, bahkan luapan lumpurnya semakin meluas dan menimbulkan bahaya amblesnya tanah di sekitarnya. Warga yang melewati daerah tersebut juga dilarang untuk merokok atau membuat hal-hal yang menimbulkan percikan api, karena gas metana juga keluar dari dalam tanah mengiringi luapan lumpur. Sedikit saja percikan api dapat membakar seluruh kawasan Porong seluas 174 hektar itu.
Bedanya, peristiwa di Lousiana tidak secara langsung menimpa perumahan penduduk (karena lokasi bocornya di laut). Tapi dampak yang ditimbulkannya sangat besar, bahkan mungkin lebih besar dari dugaan kebanyakan orang. Apabila dibandingkan dengan luapan lumpur di Sidoarjo, tumpahan minyak di Teluk Mexico itu sudah mencapai radius 50 km hanya dalam waktu 2 minggu, itupun masih bertambah dari hari ke hari. Sementara radius luapan lumpur Sidoarjo sampai saat ini (2 tahun) “hanya” mencapai radius 1,5 km.
Secara finansial, Obama sudah menetapkan pihak BP yang harus bertanggung jawab. Namun Pemerintah AS juga tak dapat berdiam diri. Obama telah mencanangkan bahwa seluruh sumber daya akan dikerahkan untuk menutup dan membersihkan kebocoran minyak ini, bahkan ia sudah mencanangkan peristiwa ini sebagai bencana nasional. “I’m not going to rest… or be satisfied until the leak is stopped at the source (and) the oil on the Gulf is contained,” demikian kata Obama.
Perkiraan biaya yang dibutuhkan bisa melebihi $14 Milyar.
Namun biaya itu masih relatif kecil dibandingkan dengan dampak kebocoran itu terhadap Bumi. Bahkan bukan tidak mungkin, bocornya minyak ini akan mencemari seluruh lautan di Bumi. Mengingat lautan adalah salah satu prasyarat terbentuknya atmosfer yang kondusif dan juga oksigen yang menghidupi seluruh makhluk hidup di Bumi, maka peristiwa ini dapat menjadi awal dari punahnya umat manusia.
Sebagai gambaran umum adalah sebagai berikut. Pada awalnya, perkiraan minyak yang keluar mencemari laut adalah 5.000 gallon per hari, namun data terbaru menyebutkan 210.000 gallon per hari. Berarti dalam waktu seminggu lebih dari 1 juta gallon. Sampai sekarang para ilmuwan belum menemukan cara untuk menutup sumber kebocoran yang berada di kedalaman 5.000 kaki dan bertekanan 170.000 PSI. Sangat sangat tidak mungkin, apalagi dengan zero visibility (karena lumpur dasar laut yang sangat pekat). Menurunkan robot juga tidak berguna banyak, karena bagaimanapun harus dikendalikan oleh manusia dengan kamera video.
Informasi terbaru, akibat besarnya tekanan minyak itu, struktur bebatuan di sekitar lokasi kebocoran telah runtuh dan mengakibatkan lubang kebocoran itu membesar. Minyak yang keluar pun semakin banyak, sementara tekanannya sama sekali tidak berkurang. Bayangkan pengaruh kebocoran itu terhadap makhluk dan biota laut di sana.
Bocornya cadangan minyak ini membuka mata semua orang, bahwa ternyata di Bumi masih ada cadangan minyak yang tak terbayangkan besarnya. Pihak-pihak yang menyebutkan bahwa kita mengalami kelangkaan minyak pun kalang kabut, karena peristiwa ini bertolak belakang dengan pernyataan mereka. Walaupun pihak BP tidak menyatakan apa-apa, tapi para ilmuwan memperkirakan bahwa cadangan minyak ini dapat memproduksi 500.000 barel per hari selama 15 tahun. Sementara produksi gas alamnya jauh jauh lebih besar dari itu, karena dapat mencapai 10.000 kali lipat jumlah cadangan minyaknya. Tak heran, BP rela menghabiskan $6 juta per hari untuk menanggulangi bencana ini. Keuntungan yang didapatkan akan jauh lebih besar dari kerugian yang dialami sekarang.
Deepwater Horizon Rig sendiri adalah milik Transocean, kontraktor pengeboran minyak terbesar dunia. Sampai dengan tahun 2013, Rig itu dikontrak oleh BP dengan nilai kontrak $500.000 per hari. Biaya operasi Rig itu sendiri adalah $1 juta per hari. Biaya pembuatan Oil Rig semacam Deepwater Horizon adalah $350 juta pada tahun 2001 (mungkin nilainya mencapai dua kali lipat pada tahun 2010 ini). Tingginya setara dengan gedung berlantai 4.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa Oil Rig sebesar itu tiba-tiba meledak dan tenggelam? Apa penyebabnya? Sampai sekarang, tak diketahui bagaimana awal mula terjadinya. Tiba-tiba saja Oil Rig itu meledak dan tenggelam, meninggalkan sebuah pipa panjang yang sedang menyedot minyak bumi dengan tekanan 170.000 PSI. Dalam waktu singkat, ratusan ribu barel minyak memenuhi lautan di sekitarnya dan mencemari kehidupan di Teluk Mexico.Walaupun masih bersifat spekulasi, saat ini sudah ada beberapa teori mengenai kemungkinan penyebab meledaknya Oil Rig itu. Yang pertama adalah teori konservatif yang menyatakan bahwa penyebab meledaknya Rig itu adalah karena pengeboran sedalam 30.000 kaki itu terkena “kantong minyak” yang bertekanan tinggi, sehingga tekanan itu mengalir hingga ke atas dan tidak dapat dibendung oleh Oil Rig itu, sehingga Rig itu meledak dan tenggelam. Tapi ada beberapa pendapat yang menentang teori ini, karena menganggap bahwa seharusnya BP sudah memperhitungkan kemungkinan itu. Apalagi BP sudah mengetahui besarnya cadangan minyak bumi itu dan seberapa tekanan yang mungkin dihasilkannya. Pihak Pemerintah AS sendiri sudah melakukan inspeksi terhadap Oil Rig itu dan menyatakan aman untuk digunakan. Hal ini kemudian memunculkan teori berikutnya.
Yaitu teori konspirasi, yang diperkuat dengan foto-foto berikut:
Apa yang menarik perhatian dari foto-foto itu? Coba kita perhatikan landasan helikopter dari Oil Rig itu. Tampak berlubang bukan? Apa penyebab lubang itu? Panas apikah? Apabila benar demikian, seharusnya lubang itu menjorok ke luar. Tapi dari analisis foto menunjukkan bahwa lubang itu menjorok ke dalam. Jadi sepertinya ada tekanan dari luar yang masuk ke dalam. Dan panas api tidak akan memilih-milih tempat, mestinya seluruh landasan aluminium itu meleleh dan bukan hanya satu area kecil saja.Dan tampaknya, bagian bawah helipad itu tidak menunjukkan adanya api yang berkobar.
Dari fakta itu, ada beberapa orang yang berpendapat bahwa lubang itu adalah hasil tembakan laser dari Boeing Advanced Tactical Laser (ATL) yang ditembakkan dari pesawat US Air Force NC-130H. Laser ini digunakan untuk melumpuhkan/meledakkan Oil Rig itu, sehingga tenggelam setelah terbakar. Tapi teori ini banyak yang menentang juga, karena laser tidak akan menimbulkan lubang sebesar itu.
Bagaimanapun luar biasanya teori ini, tapi memang di pemerintahan Obama saat ini memang terjadi persilangan pendapat antara Obama dan militer, dimana Obama menyetujui eksploitasi minyak di wilayah AS oleh pihak asing, sementara militer tidak menyetujuinya.
Selain laser dari pihak militer, ada juga yang berpendapat bahwa ini adalah hasil kerja HAARP yang digunakan oleh investornya untuk mengacaukan perekonomian dunia. Ya, pasti ekonomi dunia secara perlahan-lahan akan terpengaruh dengan tumpahnya minyak ini. Apalagi kalau tumpahannya mencemari tidak hanya Teluk Mexico, namun hingga Samudera Atlantik, Samudera Hindia, Samudera Indonesia, hingga ke Samudera Pasifik. Bukan mustahil, karena memang magnitud-nya sedemikian besar. Dulu, waktu lumpur mulai meluap di Porong, Sidoarjo, semua orang cenderung meremehkan. Tapi bagaimana akibatnya sekarang? Lumpur semakin meluas, dan berpotensi melumpuhkan perekonomian Propinsi Jawa Timur. Kejadian Lumpur Porong atau “Lumpur Lapindo” itu adalah gambaran miniatur dari kejadian tumpahnya minyak di Teluk Mexico. Lumpuhnya ekonomi akan diawali dengan naiknya harga minyak yang memicu kenaikan harga komoditi lain. Ekonomi akan semakin memburuk apabila tumpahan minyak itu mengganggu pelayaran dan jalur ekspor-impor dunia.
Pendapat lain yang beredar adalah Oil Rig ini ditembak dengan torpedo oleh sebuah kapal Korea Utara yang berhasil menyusup ke perairan AS melalui Cuba. Pendapat ini didukung oleh fakta bahwa pembuatan dan pembiayaan Deepwater Horizon dilakukan oleh Hyundai Heavy Industries, perusahaan Korea Selatan. Tentunya kalau pendapat ini terbukti kebenarannya, akan memicu perang AS-Korea Utara yang mungkin merembet menjadi Perang Dunia III. Pada akhirnya, perang ini juga akan melumpuhkan perekonomian dunia.
Dari sudut pandang lingkungan hidup, rusaknya ekosistem di lautan juga akan mempengaruhi produksi ikan dan hasil laut lain, dan dalam jangka panjang dapat juga mempengaruhi pembentukan atmosfer yang kondusif untuk seluruh kehidupan di Bumi. Dengan kata lain, doomsday scenario akan benar-benar terjadi.
Kembali ke kejadian Deepwater Horizon Rig, apakah memang kejadian itu disengaja? Mungkin saja, apalagi teknologi saat ini sudah dapat digunakan untuk mendukung skenario seperti itu. Tapi apakah memang manusia setega itu, itu yang menjadi pertanyaan besar penulis. Mungkin saja ini adalah murni kecelakaan, atau kehendak Tuhan Sang Maha Pencipta.
Apabila teori konservatif mengenai tekanan minyak yang menjebol pipa pengeboran di atas banyak ditentang orang, dan juga adanya fakta bahwa terdapat lubang di helipad yang menunjukkan tekanan dari atas ke bawah, penulis memiliki teori sendiri. Ada kemungkinan lubang itu disebabkan oleh meteor yang jatuh seperti yang terjadi baru-baru ini di Madison (Wisconsin), maupun di berbagai belahan dunia lain (termasuk di Indonesia: Aceh, Jakarta, Bone, Bali, Batam, Malang, Mataram).
Walaupun pihak ilmuwan mengatakan bahwa jatuhnya meteor adalah hal yang biasa, namun rasa-rasanya selama ini jatuhnya tidak destruktif seperti yang terjadi baru-baru ini di berbagai belahan dunia tadi. Mungkinkah salah satu meteor yang destruktif itu yang menyebabkan lubang di helipad, hingga menembus ke dalam Deepwater Horizon Rig? Kemungkinan itu dapat saja terjadi, karena sampai sekarang tidak ada yang dapat menjelaskan secara pasti bagaimana awal kejadian meledak dan tenggelamnya Oil Rig itu.
Kalau benar demikian, hanya Tuhan Sang Maha Pencipta yang dapat menyelamatkan kita semua.
DRILL, BABY, DRILL!
ReplyDeleteDRILL, BABY, DRILL!
DRILL, BABY, DRILL!
DRILL....never mind.
Once again, We Dah Peepil have been forced to face an ugly reality head on. Once again we are confronted by a situation so horrific, we ignore its implications at our own peril. And once again it appears that many of us will continue to turn a blind eye toward the obvious: Our dependence on oil - foreign and domestic - will prove to be our undoing if we don't get to work immediately and try to develop alternative sources of fuel. What the hell is it with our abhorrence of common sense? What we have here is black comedy at its strangest. Someone remarked this morning of the gulf, "It smells like a gas station now." Fill 'er up? Forty years ago, the Cayahuga, the river which makes its way through Cleveland, Ohio, became so polluted it caught fire. Could this happen in the Gulf of Mexico? Stay tuned.
Seriously, sometimes I get the feeling that I'm living in a world whose scenario was scripted by Paddy Chayefsky. These really are the weirdest of times, are they not?
http://www.tomdegan.blogspot.com
Tom Degan