Have fun and enjoy yourself

Tuesday, May 18, 2010

A Kick-Ass Movie


“Kick Ass” adalah sebuah film yang diadaptasi dari graphic novel atau komik karya Mark Millar dan John Romita, Jr. (pembuat graphic novel “Wanted” yang telah difilmkan dan dibintangi oleh James McAvoy, Angelina Jolie, dan Morgan Freeman).

Kalau “Wanted” ditujukan untuk kalangan penggemar film action serius, maka “Kick Ass” adalah materi untuk kalangan geek dan nerd penggemar superhero serta budaya permisif yang menghantui kalangan orang tua sekarang. Premis dari film ini, dan komiknya juga, sebenarnya sangat simpel: Bagaimana jika seseorang mencoba untuk menjadi superhero? Apa konsekuensinya?

Selain itu, film ini juga seolah “menjawab” pertanyaan what if dari para penggemar komik yang terlontar sejak dulu. What if Spider-Man tidak pernah digigit laba-laba radioaktif? What if Batman mempunyai sidekick Robin yang benar-benar masih anak-anak?

Semua pertanyaan itu akan terjawab oleh film ini dengan unsur-unsur humor yang smart dan tidak kekanak-kanakan. Bagi penulis sendiri, kesan pertama ketika film ini selesai hanya tiga kata: That was fun.

“Kick Ass” adalah eksplorasi dari pemikiran yang over-active dari seorang remaja modern bernama Dave Lizewski (Aaron Johnson). Dave adalah seorang geek penggemar komik, dan berpendapat bahwa superhero tidak ada di dunia hanya karena tidak ada orang yang berani.

Oleh karena itu, ia membeli baju selam (scuba suit) berikut tutup kepalanya lewat internet, dan memproklamirkan alter-egonya yang dia namakan Kick Ass. Rupanya dengan keahlian beladiri yang minim, tak mudah menjadi seorang superhero. Tingkat kesuksesannya dalam memberantas kejahatan pun tidak meningkat… alias tidak ada yang berhasil. Mungkin karena ia begitu berprasangka baik, jadi ia malah terkejut ketika para penjahat itu memukulnya balik.

Namun ia menemukan keberuntungan ketika sekelompok geek merekam aksinya dengan HP ketika menghadapi penjahat dan meng-uploadnya ke Youtube. Seketika nama Kick Ass jadi sorotan khalayak dan menjadi idola baru. Ia pun membuat akun MySpace supaya masyarakat dapat mengontaknya.

Di sisi lain, akibat salah satu aksi Kick Ass yang gagal, Dave dicap oleh teman-teman sekolahnya sebagai gay. Walau demikian, cap itulah justru yang berhasil mendekatkan ke teman wanita pujaannya, Katie (Lyndsy Fonseca).

Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan 2 superhero lain yang rupanya telah mengamati keberadaan Kick Ass sejak awal. Mereka adalah Big Daddy dan Hit Girl, alter-ego dari Damon Macready (Nicolas Cage) dan putrinya Mindy (Chloe Moretz) yang masih berumur 11 tahun. Mereka bagaikan Batman dan Robin versi horor, dengan tujuan memburu bos mafia sadis Frank D’Amico (Mark Strong), yang menguasai perdagangan narkotika di New York. Rupanya di balik itu, Damon menyimpan dendam kesumat terhadap D’Amico yang membuat jiwanya terganggu.

Disamping itu juga ada superhero lain bernama Red Mist yang merupakan alter-ego dari Chris D’Amico (Christopher Mintz-Plasse), anak Frank D’Amico. Niatnya menjadi pahlawan bertopeng adalah untuk mencari perhatian ayahnya, dan supaya ia ditarik ke dalam organisasi mafia ayahnya.

Catatan penulis, akting Johnson sebagai Dave Lizewski/Kick Ass sangat baik dan natural, bahkan lebih baik dari Tobey Maguire yang memerankan Peter Parker dalam Spider-Man. Nicolas Cage (yang juga penggemar komik), setelah berbagai akting yang menjemukan, seolah menemukan performanya kembali yang hilang. Dia menggabungkan unsur-unsur Adam West (pemeran Batman tahun 1960-an) dengan Elvis Presley. Bahkan secara bersamaan ia juga dapat menyindir gaya bicara Christian Bale yang memerankan Batman. Cage memerankan Damon sebagai seorang ayah yang sangat sayang kepada anaknya, namun di sisi lain juga mendidiknya dengan keras bahkan abusive (contohnya, menembaknya dalam jarak dekat walau Mindy memakai baju anti peluru, kemudian sebagai imbalannya Mindy boleh menikmati eskrim). Semua itu dilakukan dengan senyuman lebar seorang ayah, seperti yang kita lihat dalam sitcom di TV tahun 70-an. Creepy.

Sementara Mark Strong memerankan bos mafia yang sadis tanpa kesulitan, seperti halnya ia memerankan 2 peran jahat pada tahun ini (Sherlock Holmes dan Robin Hood). Namun di film ini yang paling mencuri perhatian adalah Chloe Moretz yang memerankan Mindy Macready atau Hit Girl. Sungguh tak ada kata yang tepat untuk mendeskripsikan aktingnya yang luar biasa. Moretz berhasil memerankan seorang anak berumur 11 tahun yang dididik bela diri dan menggunakan senjata sejak lahir, sementara ia sangat sayang dan loyal kepada ayahnya. Saat ini sudah banyak komentar negatif mengenai karakter Hit Girl, yang sengaja “dibuat” oleh ayahnya menjadi mesin pembunuh yang bermulut kotor. Namun menurut saya, justru karakter “buatan” ini menunjukkan sisi bijaksananya selain manis sekaligus kejam: ia dapat mengerti rasa sakit hati ayahnya. Bahkan ia menunjukkan sisi manusiawinya yang rapuh di akhir film, dan ia tak dapat menentang kodratnya sebagai seorang anak-anak. Tapi bagi Kick Ass, Hit Girl adalah sosok mentor, penyelamat dan inspirasi. Abused and abusive, horrified and horrific, tearfully vulnerable and ingeniously cruel.

Saya tidak akan masuk lebih detail lagi mengenai cerita dari film ini, karena terlalu menarik untuk dibocorkan spoiler-nya. Tapi saya dapat meyakinkan pembaca bahwa film ini tidak akan menjadi apa yang kita duga atau tebak, karena adegan-adegannya terlalu gila dibanding film superhero konvensional lainnya.

Yang saya dapat katakan adalah sebagai sutradara, Matthew Vaughn berhasil menjaga ritme film ini. Adrenalin penonton seolah dipompa namun dalam kadar dan juga timing yang tepat. Adegan action-nya brutal (namun tak sebrutal Ninja Assassin) tapi seperti menonton tari balet, diiringi dengan pilihan soundtrack yang aneh. Dari semua film action yang pernah saya tonton, hanya Matthew Vaughn yang dapat membuat adegan pembantaian manusia diiringi lagu tema The Banana Splits. Mungkin karena ia sangat dipengaruhi oleh gaya pembuatan film yang post-modernis dan hyper-stylized dari Quentin Tarantino dan Guy Ritchie. Dengan kesuksesan Kick Ass ini, tak heran jika Marvel menariknya untuk dijadikan sutradara film X-Men terbaru, yaitu X-Men: First Class.

Lalu apa yang membuat Kick Ass benar-benar monumental? Walaupun sekejap, film ini menawarkan kemungkinan seorang superhero amatir dapat benar-benar berhasil. Bruce Wayne (a.k.a Batman) dapat menjadi seorang superhero karena uang, namun kekuatan Dave Lizewski sebenarnya adalah tidak punya rasa malu, walaupun tidak punya uang. Kalau Peter Parker terkena gigitan laba-laba radioaktif, Dave berhasil menggunakan kekuatan web (Youtube dan MySpace) untuk membuatnya jadi idola. Clark Kent menggunakan media suratkabar (The Daily Planet) untuk memperoleh informasi mengenai kejahatan yang terjadi, namun sekarang Dave menggunakan dunia online untuk mempublikasikan superheroismenya.

Pada dasarnya, Kick Ass adalah contoh cara membuat sebuah fenomena pop-culture. Bagi saya, Cage dan Moretz yang paling menunjukkan penampilan terbaiknya disini. Somehow, I wish film ini adalah tentang karakter mereka berdua. Tapi walau bagaimanapun, secara keseluruhan film ini sangat bagus.

Wednesday, May 12, 2010

He’s not so invincible… He’s just an Iron Man

Sudah agak lama semenjak saya menulis movie review yang terakhir. Kali ini saya akan menulis tentang film yang telah lama saya tunggu-tunggu sejak tahun lalu dan telah diantisipasi oleh jutaan penggemarnya… Iron Man 2.

Saya sendiri baru menonton film ini seminggu setelah penayangan perdananya di Indonesia. Di samping menunggu berkurangnya antrian di bioskop yang berjubel itu, kebetulan anak saya juga baru sembuh dari penyakit tifus yang mengharuskannya bedrest di rumah.

Selama seminggu itu, rupanya banyak teman-teman saya yang telah menonton Iron Man 2. Dan semuanya memberikan “laporan pandangan mata” kepada saya bahwa film itu jelek, action-nya kurang, bahkan ada yang sempat mengantuk di tengah-tengah film. Well, saya belum bisa memberikan komentar apa-apa sampai saya benar-benar menontonnya.

Dan inilah hasil pengamatan saya, dari sudut pandang saya sendiri.

Ulasan Iron Man 2 tentu tak dapat terlepas dari film pertamanya 2 tahun lalu. Waktu itu, Jon Favreau sang sutradara telah berhasil memperkenalkan Tony Stark dan Iron Man yang perkasa dan heroik, dengan tutur cerita yang menyenangkan semua kalangan. Tak heran bila duo film Iron Man – The Dark Knight waktu itu berhasil menguasai box-office, dimana keduanya menonjolkan ketangguhan pikiran dan mental (bukan sekedar fisik) para tokoh utamanya, ditunjang dengan cerita yang masuk akal bagi semua pihak.

Sekedar intermezzo, baik Tony Stark (Iron Man) maupun Bruce Wayne (Batman) keduanya adalah karakter yang sama-sama kaya raya, playboy, orang tua mereka meninggal karena tragedi, pewaris tunggal harta orang-tuanya, menggunakan berbagai peralatan canggih (tidak punya kekuatan super), pemilik perusahaan warisan ayah mereka (Stark Industries dan Wayne Enterprises), dan sangat dipengaruhi oleh idealisme ayah mereka (Howard Stark dan Thomas Wayne).


Nah, kalau Christopher Nolan (sutradara Batman Begins dan The Dark Knight) menonjolkan hubungan Thomas dan Bruce Wayne itu pada film Batman Begins (pendahulu The Dark Knight), Jon Favreau tidak menyinggung hubungan antara Tony Stark dan ayahnya pada film Iron Man yang pertama. Hubungan itu baru di-ekspos oleh Favreau pada film Iron Man 2, dimana pemikiran-pemikiran Howard Stark-lah yang rupanya menyelamatkan hidup Tony selama ini. Padahal Tony semasa kecil hingga dewasa tidak pernah merasakan kasih sayang dan kedekatan hubungan dengan ayahnya yang seorang ilmuwan jenius tapi pemabuk itu. Namun walaupun pemabuk dan kurang perhatian terhadap anak, ternyata Howard Stark mengakui bahwa dari semua kreasinya, Tony adalah “masterpiece-nya.”

Dan seperti halnya cerita dalam komiknya, di balik keglamorannya ternyata Tony Stark adalah orang yang frustrasi dan tenggelam dalam kesendiriannya. Dalam kenyataan ia memiliki banyak teman yang sayang dan melindunginya, antara lain Virginia “Pepper” Potts (Gwyneth Paltrow), James “Rhodey” Rhodes (Terrence Howard, digantikan oleh Don Cheadle), dan supirnya, Harold “Happy” Hogan (Jon Favreau), yang selalu mendukungnya dalam berbagai kesempatan. Namun Stark menemukan dunianya ketika ia bekerja sendiri di workshop-nya, hanya dengan ditemani oleh J.A.R.V.I.S. (komputer utama di rumahnya, disuarakan oleh Paul Bettany) dan robot-robotnya yang setia walau terkadang bloon.

Kesendirian itu yang menyebabkan ia enggan bergabung dalam “Avengers Initiative” yang diprakarsai oleh Direktur S.H.I.E.L.D, Nick Fury (Samuel L. Jackson). Pada akhirnya, Fury juga hanya menjadikan Stark sebagai konsultan dalam tim superhero yang dibentuknya itu.

Dari pengamatan saya, ketika film-film superhero lain lebih menyoroti perubahan sisi psikologis tokoh antagonis atau bad guy-nya, film Iron Man dan Iron Man 2 berhasil dalam menyoroti aspek psikologis sang good guy, Tony Stark. Upaya ini sebenarnya pernah dilakukan oleh Sam Raimi untuk Spider-Man 3, namun gagal. Pengutamaan sisi psikologis karakter utama inilah yang menyebabkan porsi tampilnya Tony Stark lebih banyak dari Iron Man, sehingga adegan action-nya jadi “kurang”.

Pada film pertama, aspek yang disorot adalah perubahan cara pandang (vision) Stark terhadap kehidupan dan kemanusiaan. Mulanya Tony Stark adalah seorang pembuat dan dealer senjata yang jenius, arogan, dan egosentris. Namun setelah diculik dan ditahan selama 3 bulan oleh teroris Ten Rings di Afghanistan, ia mendapat pencerahan sekaligus seorang figur ayah dari sesama tahanan bernama Yinsen.

Wejangan-wejangan Yinsen membuatnya sadar bahwa hidupnya selama ini telah ia sia-siakan, terutama dalam hal kemanusiaan. Oleh karena itu, setelah berhasil membebaskan diri dengan baju besi Mark I (dan juga berkat Yinsen yang mengorbankan dirinya), Stark melakukan langkah ekstrim dengan menutup divisi senjata di Stark Industries. Sejak itu, ia pun semakin tenggelam dalam kesendirian untuk mengembangkan Mark I menjadi baju Iron Man yang kita kenal itu. Tujuannya bukan untuk membuat senjata, tapi untuk melindungi yang tak berdaya dan menjaga perdamaian. Setelah 40 tahun kehidupannya, Stark baru menyadari apa yang ia harus lakukan.

Dalam film keduanya, posisi Stark menjadi dilematis karena seluruh dunia sudah mengetahui jatidirinya sebagai Iron Man. Ia pun masuk dalam kancah politik ketika semua pihak (senat, militer, dan industrialis militer) menginginkan teknologi Iron Man. Di sisi lain, rupanya Stark juga menghadapi masalah kesehatan dimana bahan palladium yang digunakan sebagai sumber tenaga untuk arc reactor di dadanya itu justru menyebabkan darahnya menjadi terkontaminasi. Padahal arc reactor itu sangat berperan untuk menyelamatkan jantungnya sejak terkena pecahan-pecahan rudal Jericho di Afghanistan. Dan baju Iron Man yang dikenakannya justru mempercepat kontaminasi itu.

Berbagai tekanan medis dan psikologis membuat Stark makin frustrasi, dan akhirnya menjadi seorang alkoholik. Satu per satu teman-temannya meninggalkannya, bahkan Rhodey mengkhianatinya dengan memberikan baju Mark II kepada militer. Satu hal yang tak disadari oleh Rhodey, bahwa rupanya iapun terjebak dalam permainan politik korup dari pihak militer dan Justin Hammer, seorang industrialis militer yang ingin menjadi seperti Tony Stark dan ingin menguasai teknologi Iron Man.

Lucunya, sang pemeran Justin Hammer (Sam Rockwell) dulu adalah salah satu kandidat utama pemeran Tony Stark, namun akhirnya kalah oleh Robert Downey, Jr. (RDJ) yang berhasil membawakan karakter Stark dengan alamiah. Sebagai catatan khusus dan anekdot dari para pengamat film, di Iron Man bukan RDJ yang menyesuaikan diri untuk berakting menjadi Stark, tapi Tony Stark-lah yang menyesuaikan diri untuk RDJ.

Kembali ke Iron Man 2. Dalam keputusasaan Tony Stark, datanglah sang penyelamat yang tak lain adalah ayahnya sendiri dalam wujud pesan video terselubung. Rupanya berpuluh tahun yang lalu, Howard Stark telah memikirkan sebuah sumber energi yang lebih canggih dari palladium, yang dicita-citakan oleh Howard Stark untuk menjadi free energy untuk seluruh dunia, menggantikan bahan bakar karbon (minyak dan gas). Namun untuk membuatnya, teknologi yang ada ketika itu masih belum memadai. Kemudian oleh Howard Stark, struktur atom dari elemen baru itu disiratkan dalam sebuah maket kota modern yang dibuatnya, dan diwariskan kepada anaknya.

Sumber energi baru ini lebih ramah lingkungan dan tidak menimbulkan pencemaran, termasuk terhadap manusia. Inilah inti "misi" dari film Iron Man 2. Iron Man hadir di dunia bukan hanya untuk menyelamatkan satu, dua, atau sekelompok orang dari penjahat, seperti halnya superhero lainnya. Tapi kehadiran Tony Stark/Iron Man adalah untuk menyelamatkan Bumi secara global, dengan menciptakan sumber energi baru pengganti bahan bakar karbon. Sembari mendorong "green earth" itu, solusi energi itu juga merupakan solusi bagi masalah kesehatan Stark yang darahnya semakin terkontaminasi oleh palladium. Dan untuk itu, sekali lagi, Stark menghadapi situasi seperti ketika ia diculik di Afghanistan: invent… or die.

Untuk menciptakan elemen baru itu, Stark harus membuat sebuah particle collider di workshop-nya. Particle collider ini adalah miniatur dari Large Hadron Collider (LHC) di Eropa yang merupakan laboratorium terbesar di dunia, mencakup area dua negara: Switzerland dan Perancis. Sebagai reminder, LHC muncul pertama kali dalam film Angels & Demons tahun lalu dan terkenal dengan tujuan untuk mencari “partikel Tuhan” yang kontroversial.

Large Hadron Collider (LHC) di Eropa

Particle Collider versi Tony Stark

Dengan elemen baru itu, darah Stark pun terbebas dari kontaminasi dan kemudian ia merancang baju Iron Man yang baru (Mark VI) untuk menghadapi Ivan Vanko (Mickey Rourke) dan Hammer Drones hasil rancangan Justin Hammer.

Berbicara mengenai karakter Ivan Vanko, menurut saya justru tidak memberikan nilai tambah terhadap Iron Man 2. Memang ia adalah anak dari Anton Vanko, mantan partner dari Howard Stark yang turut merancang arc reactor yang menjadi cikal bakal Stark Industries. Ketika Howard Stark mendirikan perusahaan itu, Anton Vanko dideportasi ke Rusia dan tenggelam dalam kemiskinan, sehingga anaknya menyimpan dendam terhadap Tony Stark. Kemudian Ivan Vanko membuat baju versinya sendiri, dengan arc reactor mini serupa dengan milik Stark yang dibuatnya berdasarkan blueprint yang disimpan oleh ayahnya. Baju Vanko ini menggunakan teknologi plasma yang difungsikan menjadi cemeti, bentuknya terinspirasi oleh bentuk lightsaber dari Star Wars.

Nah, apabila karakter Vanko ini dihilangkan dari Iron Man 2, tidak akan mengurangi makna. Sebab musuh Stark yang sebenarnya adalah Justin Hammer. It’s Stark vs. Hammer, not Stark vs. Vanko. Hammer dapat saja memperoleh arc reactor untuk sumber tenaga drones-nya tanpa bantuan Vanko, seperti halnya dia dapat memperoleh baju Mark II sebagai hasil kerjasamanya dengan militer. Tapi mungkin kalau demikian Iron Man 2 akan lebih bersifat politis dan mengurangi eye-candy, dengan konsekuensi jumlah penonton akan berkurang. Bagaimanapun di mata penonton, terutama penonton film di Indonesia, sudah identik bahwa film superhero = eye-candy (ingat kasus Watchmen yang nggak laku di Indonesia?).

Now, what about Natasha Romanoff? Karakter yang di dalam komik disebut dengan nama “Black Widow” dan diperankan oleh Scarlett Johansson ini memang terkesan kurang berperan penting dalam Iron Man 2. Perannya sebenarnya dapat digantikan oleh agen Coulson ditambah dengan beberapa agen S.H.I.E.L.D yang lain, seperti halnya dalam film yang pertama.

Kehadiran Romanoff dalam kehidupan Stark seolah menekankan bahwa Nick Fury sudah benar-benar “menancapkan taringnya” di Stark Industries, apalagi ternyata Howard Stark juga adalah salah satu founding fathers dari S.H.I.E.L.D yang dipimpin Fury. Di samping itu, Romanoff adalah wakil S.H.I.E.L.D di tim Avengers, sehingga kemunculannya di Iron Man 2 adalah sebagai “perkenalan”. Memang perannya belum begitu besar, namun saya yakin untuk ke depannya peran Romanoff akan semakin besar dan vital.

Berbicara mengenai Avengers, rupanya Iron Man 2 juga menjadi ajang “promosi” untuk film-film superhero Marvel selanjutnya. Ketika Stark membuat Particle Collider, ia mencari alat untuk mengganjal salah satu tabung collider itu, dan agen Coulson memberikannya… tameng Captain America yang belum jadi. Seperti yang diketahui penggemar komik, setelah tameng sang Kapten yang asli hilang, Stark membuat imitasinya dari bahan logam adamantium (sama dengan bahan cakar logam Wolverine).

Kemunculan anggota Avengers yang lain adalah ketika Stark berbincang dengan Nick Fury di akhir film, berita di TV sedang menayangkan liputan ketika Hulk mengamuk di kampus Culver University (adegan di film The Incredible Hulk). Hal ini menandakan bahwa kejadian di Iron Man 2 waktunya paralel dengan kejadian-kejadian di The Incredible Hulk.

Last but not least, kemunculan anggota Avengers yang paling saya tunggu-tunggu muncul di akhir credit, dimana terdapat adegan agen Coulson sedang menyusuri jalan di New Mexico dan berhenti di sebuah tempat yang sedang diekskavasi oleh agen-agen S.H.I.E.L.D. Kemudian ia melapor ke atasannya (Nick Fury) bahwa mereka menemukannya. Kamera pun bergerak ke benda yang ditemukan, yaitu Mjolnir, palu dari Thor.

Dan sehari setelah premiere Iron Man 2 di Asia dan Eropa, Marvel merilis foto pertama dari Thor, yang diperankan oleh Chris Hemsworth.

Wow, can’t wait for The Avengers to assemble.

Tapi apa sebenarnya yang membuat Tony Stark sebuah karakter yang menarik dan fenomenal? Kita mulai dari fakta bahwa seluruh dunia sudah mengetahui bahwa Tony Stark adalah Iron Man. Bukan dari tabloid atau foto paparazzi, tapi karena Stark mengakuinya. Spider-Man, Batman, bahkan seorang Superman pun tidak memiliki keberanian untuk membuka identitasnya seperti itu. Seiring perkembangan social networking saat ini, semua orang mengetahui apapun yang orang lain lakukan, dan juga sebaliknya. Dalam sebuah penelitian, dari tahun ke tahun informasi mengenai diri kita dengan cepat menyebarluas ke seluruh jagad maya berkat Facebook, Friendster, Twitter, dan berbagai media social networking lainnya. Clark Kent, Bruce Wayne, dan Peter Parker nampaknya tidak akan sanggup hidup dalam “dunia Facebook” ini, sebuah dunia dimana semua hal terkoneksi. Untuk seorang Tony Stark, transparansi bukanlah hal yang dapat menurunkan kualitasnya sebagai superhero. Bahkan saat ini bukan era superhero yang memiliki konflik identitas. Dengan keterbukaan seperti sekarang ini, kita tidak dapat menjadi seseorang dalam satu konteks, kemudian menjadi orang lain dalam konteks yang lain. Kita tidak dapat menjadi Clark Kent sang wartawan di siang hari, kemudian menjadi Superman yang memberantas kejahatan di malam hari. Kita adalah diri kita sendiri setiap saat. Dan tak seperti superhero yang lain, tidak ada konflik identitas bagi Tony Stark. Hanya ada satu identitas yang absolut.

Selain itu, tren yang terjadi pada masyarakat sekarang menunjukkan bahwa terjadi pergeseran idola. Dulu Superman dan Batman menjadi idola masyarakat karena menumbuhkan harapan ketika terjadi Great Depression pada tahun 1930-an. Setelah kejadian 11 September 2001, tampaknya dunia menjadi sangat kompleks sehingga tak ada lagi konsep monolithical evil dimana kita mempunyai satu musuh untuk diperangi. “Pahlawan” dari generasi saat ini bukanlah seseorang yang memberantas kejahatan lagi seperti dulu. Yang menjadi idola adalah para milyarder dan rockstars. Dan itulah yang diidolakan dari Tony Stark. Setelah dia membuka identitasnya kepada dunia, dia menjadi seorang selebritis. Bahkan seorang pekerja asing yang menjual strawberry kepadanya bertanya, “Are you Iron Man?” Dan tak seperti Superman, Batman, atau superhero lain yang takut identitasnya terbongkar, Stark pun menjawab dengan santai, “Sometimes.”

Pada sisi lain, masyarakat tampaknya juga tidak keberatan untuk menerima bahwa Tony Stark adalah Iron Man. Itulah salah satu ciri-ciri apa yang disebut dengan Gen Y, sebuah generasi yang toleran terhadap perbedaan lifestyle, dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Dalam kasus X-Men, mereka memang tidak menutupi identitas mereka, tapi itu karena mereka memang tidak dapat menutupnya. Lihat saja fisik Beast dan Nightcrawler, atau kasus mutasi Cyclops dan Rogue. Jelas-jelas mereka tidak dapat “lulus” dalam masyarakat normal. Dan memang masyarakat sampai saat ini tidak dapat menerima X-Men dalam kehidupan mereka. Tapi tidak dengan Tony Stark. Dia bukan mutan, bukan orang terbuang. Dia adalah selebritis, the most popular kid in school. Bahkan almarhum DJ AM menjadi jockey di acara ulang tahunnya. Tony Stark mengumumkan bahwa dia adalah Iron Man, dan seluruh dunia pun berucap, “Cool…!!!”

Rupanya sebagai model untuk menginterpretasikan Tony Stark di layar lebar, Jon Favreau berpanutan pada co-founder dari Paypal, yaitu Elon Musk. Bahkan Favreau memberikan kesempatan Musk untuk tampil sebagai cameo di Iron Man 2, dimana ia berbincang dengan Stark mengenai konsep electric rocket yang sedang dikerjakannya di tempat kerjanya sekarang, Tesla Motors. Tesla Motors saat ini terkenal sudah dapat memproduksi mobil sport listrik yang performanya menyaingi Porsche. Selain electric car, Musk juga berbincang dengan Tony mengenai konsep SpaceX, perusahaan aerospace swasta yang sedang membuat roket yang dapat didaur ulang, sehingga mengurangi biaya untuk space-travel.

Tapi apa sebenarnya yang men-drive seorang Tony Stark? Mengapa dia melakukan apa yang ia lakukan? Secara spesifik, tidak ada trauma masa kecil seperti halnya Bruce Wayne yang orang tuanya tewas tertembak ketika ia masih kecil. Dia tidak diadopsi oleh pasangan petani yang mengajarkannya konsep moral yang tinggi di pedesaan Amerika, seperti Clark Kent. Krisis yang ia alami hanyalah ketika diculik oleh Ten Rings di Afghanistan. Tapi mengapa ia sampai berusaha keras untuk “menswastakan perdamaian dunia” (to privatize world peace)? Cuma satu alasannya: hanya untuk kesenangan belaka! Tak seperti superhero era sebelumnya, superhero abad 21 ini menyelamatkan dunia bukan karena adanya sense of obligation, tapi hanya karena ia dapat melakukan apa yang ia mau, kapanpun yang ia mau, karena ia mau, dan yang terpenting adalah ia selalu mendapatkan apa yang ia mau. Tapi memang, ia harus bekerja keras untuk mendapatkan apa yang ia mau, seperti halnya orang-orang lain. Tapi bagi Tony Stark, menjadi Iron Man bukanlah sebuah beban, tapi ibarat menaiki roller-coaster.

Apa yang membuat Tony Stark menarik adalah karena ia seorang hedonis, narsis, bahkan nihilistik, pecandu adrenalin, dan milyarder yang suka melakukan hal yang baik. Jika pelajaran yang didapat oleh Peter Parker adalah “With great power comes great responsibility”, pelajaran yang didapat Tony Stark adalah “With great power comes a shit-ton of fun.”

Wednesday, May 5, 2010

The Great Oil Spill Dilemma

Baru-baru ini, tepatnya sejak 20 April 2010, Amerika Serikat disibukkan oleh peristiwa di Teluk Mexico yaitu meledaknya sebuah tambang minyak (Deepwater Horizon Rig) di lepas pantai Louisiana. Peristiwa itu mengakibatkan tumpahnya minyak bumi di lautan di Teluk itu dan sekitarnya, bahkan hingga radius lebih dari 50 km hanya dalam waktu dua minggu.


Tak pelak peristiwa itu memberikan pukulan terhadap pemerintahan Presiden Obama. Apalagi cadangan minyak dan gas di daerah ini adalah cadangan terbesar di Bumi. Cadangan minyak yang tumpah ruah ke lautan pun semakin hari semakin bertambah, dan tidak ada tanda-tanda berkurang sedikitpun.

Mungkin peristiwa ini mirip dengan meluapnya lumpur di kawasan Porong, Sidoarjo yang menimbulkan tekanan secara politik maupun di bidang lingkungan hidup bagi Pemerintah Indonesia. Sampai sekarang kasus di Porong tersebut masih terkatung-katung tanpa penyelesaian, bahkan luapan lumpurnya semakin meluas dan menimbulkan bahaya amblesnya tanah di sekitarnya. Warga yang melewati daerah tersebut juga dilarang untuk merokok atau membuat hal-hal yang menimbulkan percikan api, karena gas metana juga keluar dari dalam tanah mengiringi luapan lumpur. Sedikit saja percikan api dapat membakar seluruh kawasan Porong seluas 174 hektar itu.

Bedanya, peristiwa di Lousiana tidak secara langsung menimpa perumahan penduduk (karena lokasi bocornya di laut). Tapi dampak yang ditimbulkannya sangat besar, bahkan mungkin lebih besar dari dugaan kebanyakan orang. Apabila dibandingkan dengan luapan lumpur di Sidoarjo, tumpahan minyak di Teluk Mexico itu sudah mencapai radius 50 km hanya dalam waktu 2 minggu, itupun masih bertambah dari hari ke hari. Sementara radius luapan lumpur Sidoarjo sampai saat ini (2 tahun) “hanya” mencapai radius 1,5 km.

Secara finansial, Obama sudah menetapkan pihak BP yang harus bertanggung jawab. Namun Pemerintah AS juga tak dapat berdiam diri. Obama telah mencanangkan bahwa seluruh sumber daya akan dikerahkan untuk menutup dan membersihkan kebocoran minyak ini, bahkan ia sudah mencanangkan peristiwa ini sebagai bencana nasional. “I’m not going to rest… or be satisfied until the leak is stopped at the source (and) the oil on the Gulf is contained,” demikian kata Obama.

Perkiraan biaya yang dibutuhkan bisa melebihi $14 Milyar.

Namun biaya itu masih relatif kecil dibandingkan dengan dampak kebocoran itu terhadap Bumi. Bahkan bukan tidak mungkin, bocornya minyak ini akan mencemari seluruh lautan di Bumi. Mengingat lautan adalah salah satu prasyarat terbentuknya atmosfer yang kondusif dan juga oksigen yang menghidupi seluruh makhluk hidup di Bumi, maka peristiwa ini dapat menjadi awal dari punahnya umat manusia.

Sebagai gambaran umum adalah sebagai berikut. Pada awalnya, perkiraan minyak yang keluar mencemari laut adalah 5.000 gallon per hari, namun data terbaru menyebutkan 210.000 gallon per hari. Berarti dalam waktu seminggu lebih dari 1 juta gallon. Sampai sekarang para ilmuwan belum menemukan cara untuk menutup sumber kebocoran yang berada di kedalaman 5.000 kaki dan bertekanan 170.000 PSI. Sangat sangat tidak mungkin, apalagi dengan zero visibility (karena lumpur dasar laut yang sangat pekat). Menurunkan robot juga tidak berguna banyak, karena bagaimanapun harus dikendalikan oleh manusia dengan kamera video.

Informasi terbaru, akibat besarnya tekanan minyak itu, struktur bebatuan di sekitar lokasi kebocoran telah runtuh dan mengakibatkan lubang kebocoran itu membesar. Minyak yang keluar pun semakin banyak, sementara tekanannya sama sekali tidak berkurang. Bayangkan pengaruh kebocoran itu terhadap makhluk dan biota laut di sana.

Bocornya cadangan minyak ini membuka mata semua orang, bahwa ternyata di Bumi masih ada cadangan minyak yang tak terbayangkan besarnya. Pihak-pihak yang menyebutkan bahwa kita mengalami kelangkaan minyak pun kalang kabut, karena peristiwa ini bertolak belakang dengan pernyataan mereka. Walaupun pihak BP tidak menyatakan apa-apa, tapi para ilmuwan memperkirakan bahwa cadangan minyak ini dapat memproduksi 500.000 barel per hari selama 15 tahun. Sementara produksi gas alamnya jauh jauh lebih besar dari itu, karena dapat mencapai 10.000 kali lipat jumlah cadangan minyaknya. Tak heran, BP rela menghabiskan $6 juta per hari untuk menanggulangi bencana ini. Keuntungan yang didapatkan akan jauh lebih besar dari kerugian yang dialami sekarang.

Deepwater Horizon Rig sendiri adalah milik Transocean, kontraktor pengeboran minyak terbesar dunia. Sampai dengan tahun 2013, Rig itu dikontrak oleh BP dengan nilai kontrak $500.000 per hari. Biaya operasi Rig itu sendiri adalah $1 juta per hari. Biaya pembuatan Oil Rig semacam Deepwater Horizon adalah $350 juta pada tahun 2001 (mungkin nilainya mencapai dua kali lipat pada tahun 2010 ini). Tingginya setara dengan gedung berlantai 4.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa Oil Rig sebesar itu tiba-tiba meledak dan tenggelam? Apa penyebabnya? Sampai sekarang, tak diketahui bagaimana awal mula terjadinya. Tiba-tiba saja Oil Rig itu meledak dan tenggelam, meninggalkan sebuah pipa panjang yang sedang menyedot minyak bumi dengan tekanan 170.000 PSI. Dalam waktu singkat, ratusan ribu barel minyak memenuhi lautan di sekitarnya dan mencemari kehidupan di Teluk Mexico.

Walaupun masih bersifat spekulasi, saat ini sudah ada beberapa teori mengenai kemungkinan penyebab meledaknya Oil Rig itu. Yang pertama adalah teori konservatif yang menyatakan bahwa penyebab meledaknya Rig itu adalah karena pengeboran sedalam 30.000 kaki itu terkena “kantong minyak” yang bertekanan tinggi, sehingga tekanan itu mengalir hingga ke atas dan tidak dapat dibendung oleh Oil Rig itu, sehingga Rig itu meledak dan tenggelam. Tapi ada beberapa pendapat yang menentang teori ini, karena menganggap bahwa seharusnya BP sudah memperhitungkan kemungkinan itu. Apalagi BP sudah mengetahui besarnya cadangan minyak bumi itu dan seberapa tekanan yang mungkin dihasilkannya. Pihak Pemerintah AS sendiri sudah melakukan inspeksi terhadap Oil Rig itu dan menyatakan aman untuk digunakan. Hal ini kemudian memunculkan teori berikutnya.

Yaitu teori konspirasi, yang diperkuat dengan foto-foto berikut:

Apa yang menarik perhatian dari foto-foto itu? Coba kita perhatikan landasan helikopter dari Oil Rig itu. Tampak berlubang bukan? Apa penyebab lubang itu? Panas apikah? Apabila benar demikian, seharusnya lubang itu menjorok ke luar. Tapi dari analisis foto menunjukkan bahwa lubang itu menjorok ke dalam. Jadi sepertinya ada tekanan dari luar yang masuk ke dalam. Dan panas api tidak akan memilih-milih tempat, mestinya seluruh landasan aluminium itu meleleh dan bukan hanya satu area kecil saja.

Dan tampaknya, bagian bawah helipad itu tidak menunjukkan adanya api yang berkobar.

Dari fakta itu, ada beberapa orang yang berpendapat bahwa lubang itu adalah hasil tembakan laser dari Boeing Advanced Tactical Laser (ATL) yang ditembakkan dari pesawat US Air Force NC-130H. Laser ini digunakan untuk melumpuhkan/meledakkan Oil Rig itu, sehingga tenggelam setelah terbakar. Tapi teori ini banyak yang menentang juga, karena laser tidak akan menimbulkan lubang sebesar itu.

Bagaimanapun luar biasanya teori ini, tapi memang di pemerintahan Obama saat ini memang terjadi persilangan pendapat antara Obama dan militer, dimana Obama menyetujui eksploitasi minyak di wilayah AS oleh pihak asing, sementara militer tidak menyetujuinya.

Selain laser dari pihak militer, ada juga yang berpendapat bahwa ini adalah hasil kerja HAARP yang digunakan oleh investornya untuk mengacaukan perekonomian dunia. Ya, pasti ekonomi dunia secara perlahan-lahan akan terpengaruh dengan tumpahnya minyak ini. Apalagi kalau tumpahannya mencemari tidak hanya Teluk Mexico, namun hingga Samudera Atlantik, Samudera Hindia, Samudera Indonesia, hingga ke Samudera Pasifik. Bukan mustahil, karena memang magnitud-nya sedemikian besar. Dulu, waktu lumpur mulai meluap di Porong, Sidoarjo, semua orang cenderung meremehkan. Tapi bagaimana akibatnya sekarang? Lumpur semakin meluas, dan berpotensi melumpuhkan perekonomian Propinsi Jawa Timur. Kejadian Lumpur Porong atau “Lumpur Lapindo” itu adalah gambaran miniatur dari kejadian tumpahnya minyak di Teluk Mexico. Lumpuhnya ekonomi akan diawali dengan naiknya harga minyak yang memicu kenaikan harga komoditi lain. Ekonomi akan semakin memburuk apabila tumpahan minyak itu mengganggu pelayaran dan jalur ekspor-impor dunia.

Pendapat lain yang beredar adalah Oil Rig ini ditembak dengan torpedo oleh sebuah kapal Korea Utara yang berhasil menyusup ke perairan AS melalui Cuba. Pendapat ini didukung oleh fakta bahwa pembuatan dan pembiayaan Deepwater Horizon dilakukan oleh Hyundai Heavy Industries, perusahaan Korea Selatan. Tentunya kalau pendapat ini terbukti kebenarannya, akan memicu perang AS-Korea Utara yang mungkin merembet menjadi Perang Dunia III. Pada akhirnya, perang ini juga akan melumpuhkan perekonomian dunia.

Dari sudut pandang lingkungan hidup, rusaknya ekosistem di lautan juga akan mempengaruhi produksi ikan dan hasil laut lain, dan dalam jangka panjang dapat juga mempengaruhi pembentukan atmosfer yang kondusif untuk seluruh kehidupan di Bumi. Dengan kata lain, doomsday scenario akan benar-benar terjadi.

Kembali ke kejadian Deepwater Horizon Rig, apakah memang kejadian itu disengaja? Mungkin saja, apalagi teknologi saat ini sudah dapat digunakan untuk mendukung skenario seperti itu. Tapi apakah memang manusia setega itu, itu yang menjadi pertanyaan besar penulis. Mungkin saja ini adalah murni kecelakaan, atau kehendak Tuhan Sang Maha Pencipta.

Apabila teori konservatif mengenai tekanan minyak yang menjebol pipa pengeboran di atas banyak ditentang orang, dan juga adanya fakta bahwa terdapat lubang di helipad yang menunjukkan tekanan dari atas ke bawah, penulis memiliki teori sendiri. Ada kemungkinan lubang itu disebabkan oleh meteor yang jatuh seperti yang terjadi baru-baru ini di Madison (Wisconsin), maupun di berbagai belahan dunia lain (termasuk di Indonesia: Aceh, Jakarta, Bone, Bali, Batam, Malang, Mataram).

Walaupun pihak ilmuwan mengatakan bahwa jatuhnya meteor adalah hal yang biasa, namun rasa-rasanya selama ini jatuhnya tidak destruktif seperti yang terjadi baru-baru ini di berbagai belahan dunia tadi. Mungkinkah salah satu meteor yang destruktif itu yang menyebabkan lubang di helipad, hingga menembus ke dalam Deepwater Horizon Rig? Kemungkinan itu dapat saja terjadi, karena sampai sekarang tidak ada yang dapat menjelaskan secara pasti bagaimana awal kejadian meledak dan tenggelamnya Oil Rig itu.

Kalau benar demikian, hanya Tuhan Sang Maha Pencipta yang dapat menyelamatkan kita semua.