Have fun and enjoy yourself

Thursday, January 21, 2010

The Haitian Earthquake Aftermath

Gempa bumi 7 Skala Richter pada tanggal 12 Januari 2010 telah meluluhlantakkan Haiti. Ibukota Port Au Prince praktis hancur, bahkan Istana Presiden pun tak bisa digunakan lagi. Belum lagi korban penduduk yang diestimasi lebih dari 100.000 hingga 200.000 jiwa. Sebuah bencana catastrophic yang melanda negara bekas jajahan Perancis itu.

Sontak, berita-berita di seluruh dunia pun mengabarkan mengenai perkembangan gempa itu dari detik ke detik. Dari perkembangan yang disiarkan setiap saat itu, saya melihat ada beberapa hal yang menggelitik: bahwa ada beberapa pihak yang memanfaatkan kesempatan di balik penderitaan warga Haiti yang hancur secara fisik itu.

Pertama, ada pernyataan Sekretaris Jendral PBB Ban Ki Moon bahwa dampak gempa Haiti lebih parah dari dampak tsunami yang terjadi di Aceh tanggal 26 Desember 2004. Otomatis otak saya pun berpikir keras: lebih parah apanya? Keheranan itu mengingat secara Skala Richter, gempa Haiti 7 SR sementara Aceh 8,9 SR. Lalu, dahsyatnya gempa itu nyatanya menimbulkan tsunami raksasa hingga sampai ke Srilanka (dan disanapun menimbulkan banyak korban jiwa). Sementara gempa Haiti hanya berdampak di Haiti saja. Republik Dominica yang bersebelahan dengannya hanya mengalami kerusakan kecil dan tidak ada korban jiwa. Kemudian, dari perkiraan korban saja, gempa di Aceh menimbulkan korban jiwa lebih dari 500.000 (yang ditemukan), sementara di Haiti ’hanya’ 100.000-200.000 jiwa.

Kedua, selain komentar Sekjen PBB di atas, PBB juga mengibarkan bendera setengah tiang sebagai tanda duka terhadap bencana Haiti. Sebelumnya pada gempa di Aceh, apalagi gempa di manapun, PBB tidak mengibarkan bendera setengah tiang. Mengapa PBB sangat perhatian dengan Haiti? Apakah semata karena kantor United Nations Stabilization Mission in Haiti turut runtuh?

Ketiga, Pemerintah Amerika Serikat dan American Red Cross begitu responsif terhadap bencana ini, dan langsung mencari donasi dari dunia internasional untuk penanggulangan bencana. Bill Clinton dan George W. Bush, 2 mantan Presiden itu, ditunjuk Obama untuk mengawasi jalannya penanggulangan bencana itu. Wow, AS tak pernah mengutus 2 mantan Presiden untuk penanggulangan bencana, apalagi ke negara kecil.

Tapi yang lebih aneh adalah ketika saya melihat perhatian media Amerika Serikat itu terasa agak ’berlebihan’. Pemberitaan media massa seolah hanya terfokus ke situ selama beberapa hari bahkan minggu, terutama CNN. Internet juga dibanjiri dengan permintaan donasi di berbagai website. Juga ditambah dengan kampanye para selebritis yang menganjurkan untuk menyumbangkan dana ke American Red Cross. Pertandingan di NBA juga diselipi dengan iklan permintaan donasi. Facebook juga dipenuhi dengan group-group yang hampir semuanya menganjurkan untuk menyumbang dana ke American Red Cross. Bahkan setiap penggunaan aplikasi di Facebook juga dipotong dananya oleh American Red Cross. Terus terang, situasi yang mirip dengan kondisi ini saya lihat waktu pemilihan Presiden AS yang terakhir. Tentu saja kita tahu pemenang pemilihan itu, adalah Presiden yang didukung oleh banyak selebritis.

Memang wajar kalau selebritis menganjurkan untuk menyumbang, tapi yang nggak wajar adalah ketika terjadi bencana di tempat lain tidak ada ’kampanye besar-besaran’ seperti itu. Mengapa di Haiti?

Keempat, Pemerintah AS segera memposisikan diri sebagai koordinator bantuan gempa. Tapi dari sini muncul beberapa keanehan. Saat ini, militer AS mengendalikan bandara Port Au Prince yang cuma memiliki satu landasan pacu dan masih berfungsi dan digunakan dalam operasi bantuan. Kendali negeri adidaya atas bandara itu telah menuai protes negara-negara lain. Sebelumnya, 250 warga AS diterbangkan ke Pangkalan Angkatan Udara McGuire di New Jersey, AS, dengan menggunakan tiga pesawat militer dari Haiti. Pasukan AS awalnya melarang warga negara Perancis dan Kanada menaiki pesawat-pesawat itu. Namun kemudian mereka dibolehkan naik setelah diprotes oleh pejabat-pejabat pemerintah Perancis dan dan Kanada. Pesawat-pesawat pengirim bantuan dari negara-negara lain tidak diijinkan mendarat di Haiti sampai 30 jam setelah gempa terjadi. Selama 30 jam itu, yang mendarat adalah pesawat-pesawat militer AS. Selain itu, proses search and rescue di Haiti (yang juga dipimpin oleh AS) tidak dimulai hingga 48 jam setelah gempa terjadi.

Protes pun dilancarkan oleh Perancis, yang misi pertolongannya ditolak mendarat di bandara Port Au Prince. Organisasi Medicines Sans Frontiers (MSF) padahal sudah menyiapkan 12 ton bahan bantuan untuk warga Haiti. Namun pesawat mereka justru ditolak mendarat oleh otoritas Haiti sendiri, mungkin juga atas tekanan AS. Bahkan terkait penolakan tersebut, Menteri Kemanusiaan Perancis Alain Joyandet sempat beradu mulut dengan komandan militer AS di bandara itu.

Warga Haiti sendiri juga tidak diijinkan untuk mengambil bantuan di bandara, kemudian bantuan yang datang dikumpulkan di suatu tempat dan hanya diberikan kepada warga dengan ‘special case’.

OK, mungkin dengan kekacauan akibat gempa, proses koordinasi mungkin akan berjalan dengan lambat. Tapi hal itu masih tidak dapat menutupi keheranan saya akanperhatian’ AS terhadap Haiti.

Setelah melihat dan mendengar beberapa keanehan di atas, saya kemudian berusaha memperkirakan apa yang sebenarnya sedang terjadi di Haiti. Untuk itu saya akan mulai dengan hubungan ekonomi antara Haiti dengan AS.

Sebagai salah satu negara termiskin, Haiti selalu tak bisa lepas dari utang. Pendapatan nasionalnya sebesar USD $ 7 milyar per tahun, dan hampir seluruh hasil produksi nasionalnya dibeli oleh Amerika Serikat. Belum lagi utang Haiti kepada AS melalui World Bank, dan juga kewajiban Haiti sejak tahun 1940-an untuk membayar emas kepada Perancis. Tak terbantahkan lagi, Haiti dapat dikatakan tidak punya uang sama sekali. Jadi kesimpulannya, secara ekonomi, Haiti tidak ada pengaruh apa-apa terhadap AS. Lalu apa?

Lalu perhatian saya kembali ke hal yang ditengarai menjadi tujuan AS dalam perang di Irak dan Afghanistan: minyak. Apakah ada minyak di Haiti? Jawabannya: Ya.

http://open.salon.com/blog/ezili_danto/2009/10/13/oil_in_haiti_-_economic_reasons_for_the_unus_occupation

There is evidence that the United States found oil in Haiti decades ago and due to the geopolitical circumstances and big business interests of that era made the decision to keep Haitian oil in reserve for when Middle Eastern oil had dried up. This is detailed by Dr. Georges Michel in an article dated March 27, 2004 outlining the history of oil explorations and oil reserves in Haiti and in the research of Dr. Ginette and Daniel Mathurin.

There is also good evidence that these very same big US oil companies and their inter-related monopolies of engineering and defense contractors made plans, decades ago, to use Haiti's deep water ports either for oil refineries or to develop oil tank farm sites or depots where crude oil could be stored and later transferred to small tankers to serve U.S. and Caribbean ports.

Dan berikut adalah sumber yang menyatakan bahwa minyak bumi terletak tepat di bawah episentrum gempa.

http://www.margueritelaurent.com/pressclips/miningresources.html

Tak hanya minyak bumi, ternyata di tanah Haiti juga dipenuhi dengan perak, emas, dan tembaga.

Tapi apakah semata masalah tambang minyak, jadi AS berkepentingan dengan Haiti? Ternyata tidak. Secara geografis, Haiti terletak di laut Karibia. Seperti kita ketahui, Haiti terletak di sebelah Republik Dominica. Tapi yang lebih penting lagi, Haiti hanya dibatasi oleh sebuah selat kecil dengan negara musuh AS, yaitu Cuba. Dan juga, Haiti terletak tepat di tengah antara AS dengan musuhnya yang lain, yaitu Venezuela.

Apa implikasinya? AS akan sangat diuntungkan secara militer jika mendirikan pangkalan di Haiti. Mengapa dari dulu tidak didirikan pangkalan militer di situ, apalagi Haiti berutang banyak terhadap AS? Tentu saja karena hal itu akan merusak citra AS sebagaipenjaga perdamaian’. Dan tentunya pembangunan pangkalan secara terbuka akan memancing Cuba dan Venezuela untuk bereaksi keras. Nah, adanya bencana gempa ini tentu dapat menjadi titik tolak pembangunan pangkalan militer itu, yang dapat diselubungi dengan bantuan rekonstruksi pasca gempa. Pemerintah Haiti pun tak dapat berkutik, karena memang sangat membutuhkan bantuan rekonstruksi itu.

Pemerintah Venezuela rupanya sudah mengeluarkan statement mengenai kemungkinan pendirian pangkalan AS di Haiti tersebut. Bahkan Presiden Hugo Chavez secara terbuka menyatakan bahwa penyebab gempa tersebut adalah akibat ulah senjata militer AS (mungkin HAARP?).

http://www.disclose.tv/action/viewvideo/37678/Chavez__US_weapon_test_caused_Haiti_earthquake/

Dengan demikian, makin jelas kepentingan Pemerintah AS di Haiti. Bagaimana dengan American Red Cross? Mengapa mereka juga seakan menggebu-gebu, bahkan terkesan memonopoli penggalangan dana bantuan? Untuk menjawab itu, saya akan mengungkapkan jajaran Board of Directors dari American Red Cross sebagai berikut:

  • Gail J. McGovern (President, CEO)
  • Ann Kaplan (Vice Chairman of the Executive Committee; Vice Chair of the Compensation and Management Development Committee)
  • Suzanne Nora Johnson (Executive Committee; Chair of the Compensation and Management Development Committee)
  • Paula E. Boggs (Audit and Risk Management Committee)
  • Allan Goldberg (Chair, QRC Subcommittee, Audit and Risk Management Committee)
  • Sanford "Sandy" Belden (Chair of the Audit and Risk Management Committee; Executive Committee)
  • Steve Wunning (Vice Chair, Audit and Risk Management Committee; Compensation and Management Development Committee)
  • Cesar Aristeiguieta (Audit and Risk Management Committee)
  • H. Marshall Schwarz (Audit and Risk Management Committee)
  • Melanie Sabelhaus (Chair, Philanthropy Committee; Executive Committee)
  • Richard M. Fountain (Vice Chair, Philanthropy Committee)
  • Jerry "James" Goodwin (Philanthropy Committee)
  • Richard Patton (Philanthropy Committee)
  • Bonnie McElveen-Hunter (Chairman, Executive Committee)
  • Joe Pereles (Vice Chairman, Executive Committee)
  • Laurence E. Paul (Vice Chairman – Finance, Executive Committee)
  • Jim Keyes (Vice Chair, Governance and Board Development Committee)
  • Youngme Moon (Governance and Board Development Committee)
  • Anna Maria Larsen (Governance and Board Development Committee)

Dari jajaran Board of Directors itu, saya kembali ke salah satu aspek perekonomian Haiti. Mungkin pembaca sudah mengetahui, bahwa ekspor utama Haiti adalah kopi.

http://www.caribbeannetnews.com/news-18428--6-6--.html

Yang menarik, Paula E. Boggs (Audit and Risk Management Committee) dari American Red Cross di atas juga menjabat sebagai Executive Vice President, General Council, and Secretary dari perusahaan Starbucks Coffee Company.

http://alumni.jhu.edu/distinguishedalumni2009

Di bidang telekomunikasi, Haiti telah memiliki perusahaan telekomunikasi negara bernama Teleco. Sejak peristiwa penggelapan dana Teleco oleh Jean-Bertrand Aristide (http://en.wikipedia.org/wiki/Jean-Bertrand_Aristide#Accusations_of_embezzlement_of_telecom_revenues), mantan Presiden Haiti, pemerintah Haiti didesak untuk menjual Teleco ke publik. Dengan adanya bencana ini, tentunya pemerintah Haiti tidak memiliki pilihan lain. Dan kebetulan, Gail McGovern (President, CEO) dari American Red Cross pernah menjabat di top management AT&T, dan sampai sekarang masih mempunyai pengaruh di dunia telekomunikasi AS.

http://en.wikipedia.org/wiki/Gail_J._McGovern

Tentunya rekonstruksi Haiti juga memerlukan biaya jutaan dollar dan jangka waktu proyek yang lama. Tidak hanya bangunan-bangunan pemerintah yang roboh, tapi juga rumah-rumah ratusan ribu penduduk yang membutuhkan prioritas. Sebuah perusahaan AS pun telah disetujui untuk mengerjakan rekonstruksi tersebut, yaitu Caterpillar, Inc. Mungkin karena Group President Caterpillar dan juga Director dari Kennametal, Inc. (perusahaan pembuat alat manufaktur) adalah Steve Wunning, yang menjabat Vice Chair, Audit and Risk Management Committee; Compensation and Management Development Committee di American Red Cross.

http://people.forbes.com/profile/steven-h-wunning/16433

Sementara itu, kondisi warga Haiti yang selamat dari gempa pun tak kalah mengenaskannya. Mereka kekurangan obat-obatan untuk mengobati luka-lukanya. Belum lagi profil kesehatan jangka panjang dari Haiti sendiri yang di bawah standar, termasuk dalam penanganan penyakit AIDS. Rupanya Merck and Co, Inc. dengan cepat langsung memasok kebutuhan obat-obatan itu, mungkin karena Allan Goldberg (Chair, QRC Subcommittee, Audit and Risk Management Committee) dari American Red Cross adalah Executive Director dari Merck and Co, Inc.

http://www.linkedin.com/pub/allan-goldberg/11/694/1bb

Ada lagi, Ann Kaplan (Vice Chairman of the Executive Committee; Vice Chair of the Compensation and Management Development Committee) dari American Red Cross, ternyata juga menjabat dalam Boards of Financial Guaranty Insurance Company and the Goldman Sachs Bank.

http://www.columbia.edu/cu/secretary/bios/kaplan/index.html

Juga Suzanne Nora Johnson (Executive Committee; Chair of the Compensation and Management Development Committee) dari American Red Cross ternyata sampai dengan tahun 2007 menjabat Vice Chairman dari Goldman Sachs, Chairman dari Global Markets Institute, Kepala dari Global Investment Research Division Global Markets Institute, dan anggota Management Committee dari Global Markets Institute.

http://en.wikipedia.org/wiki/Suzanne_Nora_Johnson

Dan itu baru sebagian Board of Directors dari American Red Cross.

Ternyata memang banyak sekali kepentingan yang ‘bermaindi bencana gempa Haiti ini, maka tak heran pihak-pihak yang saya sebutkan di atas terkesan menggebu-gebu memberikan bantuan. Dari kejadian ini saya jadi teringat film Syriana, sebuah thriller politik yang mengisahkan dominasi AS di Timur Tengah.

Memang tidak salah untuk segera memberikan bantuan, tapi saya khawatir bahwa manfaat tersebut hanya akan dirasakan oleh warga Haiti dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, utang yang tadinya sudah melilit mereka bukannya akan semakin longgar, tapi akan semakin mencekik leher. Itulah dunia kapitalisme dan neo-imperialisme.


No comments:

Post a Comment