Have fun and enjoy yourself

Monday, April 7, 2014

Noah: The Legend of the Great Flood


Selama dua minggu terakhir ini saya membaca berbagai hiruk pikuk dan hingar bingar tentang film Noah karya sutradara Darren Aronofsky dan dibintangi oleh Russel Crowe, Jennifer Connelly, Ray Winstone, Emma Watson, Logan Lerman, serta Anthony Hopkins. Banyak negara yang warganya mayoritas muslim telah melarang peredaran film ini, termasuk Indonesia. Alasannya adalah karena film ini tidak mencerminkan Nabi Nuh yang benar-benar merupakan manusia pilihan Tuhan, dan pandangan-pandangan dalam film akan memprovokasi umat Muslim dunia. Bahkan beberapa umat Kristiani dunia juga mengharamkan film ini karena dianggap tidak sesuai dengan Injil.

Tapi apakah umat Muslim dan Kristiani dunia memang semudah itu terprovokasi, hanya oleh sebuah film? Dari pandangan saya pribadi, keyakinan seseorang tak mudah goyah hanya karena menonton satu film. Dan rasa-rasanya di jaman internet sekarang, walau dilarang beredar di bioskop namun orang-orang tetap bisa mengunduh dan menontonnya secara pribadi di rumah. Kecuali memang untuk negara-negara yang melarang internet.

Beberapa tahun lalu saya pernah menulis kisah Noah/Nuh di blog ini, bersama dengan beberapa kisah Nabi lainnya dalam kaitannya dengan perjuangan manusia untuk mencapai derajat makhluk tertinggi. Berikut saya ulang lagi, khususnya untuk kisah Noah/Nuh dan legenda banjir besar.

Legenda banjir besar Noah/Nuh tak hanya dikenal di satu tempat saja. Legenda ini  juga tersebar luas dalam berbagai kebudayaan di dunia, misalnya di China, Indochina, India, Indonesia, Australia, Andaman Islands, New Zealand, Malaysia, Yunani, Jerman, Irlandia, Finlandia, Amerika (Aztec, Caddo, Hopi, Maya, Inca, Mapuche, Menominee, Mi’kmaq), Polynesia, dan lain-lain. Namun dari cerita dan legenda banjir yang ada di semua kebudayaan itu, tidak ada yang menonjolkan satu tokoh manusia tertentu seperti halnya dalam Injil atau Al-Qur’an.

Ternyata, ada sebuah tablet peninggalan Sumeria yang dibuat sekitar tahun 1700 SM dan menceritakan kisah seorang tokoh manusia bernama Ziusudra yang diberi informasi oleh salah satu dari tiga Dewa Sumeria yaitu Enki, bahwa akan terjadi banjir besar yang menenggelamkan seluruh Sumeria, dan Enki memerintahkannya untuk membuat kapal raksasa yang dapat mengangkut sebanyak-banyaknya orang. Dikisahkan bahwa Dewa Sumeria yang lain, Enlil, mengetahui bagaimana banjir tersebut akan terjadi, namun memilih untuk diam karena dia memang berniat untuk menghapus peradaban Sumeria berikut penduduknya. Dari tablet-tablet itu pula dikisahkan bahwa waktu itu di Sumeria sudah banyak kaum Nephilim, yaitu orang-orang hasil perkawinan antara kaum Annunaki dengan manusia keturunan Adam. Penganut Injil menyebutnya dengan istilah ’Fallen Angels’. Dan seperti yang disebut dalam Injil:

Gen 6:1-4: After the sons of God took human wives there were giants in the Earth in those days; and also after that, when the sons of God came in unto the daughters of men, and they bare children to them, the same became the mighty men which were of old, men of renown. The Nephilim were upon the Earth, in those days and thereafter too, when the sons of the gods cohabitated with the daughters of the Adam, and they bore children unto them.

Kaum Nephilim ini berukuran raksasa, dan bersifat memberontak terhadap Enlil. Menyadari bahwa kaum Nephilim adalah suatu kesalahan yang membahayakan Annunaki, Enlil sengaja mendiamkan ketika akan terjadi banjir besar, dengan harapan semua Nephilim tersebut akan mati bersama dengan seluruh manusia yang telah diberikan pengetahuan oleh Enki. Enki sendiri sependapat dengan Enlil mengenai kaum Nephilim itu, namun ia tidak setuju apabila manusia juga ikut dimusnahkan. Oleh karena itulah ia memberitahu salah satu manusia yang bernama Ziusudra tadi supaya membuat kapal raksasa. Akhirnya banjir besar pun terjadi dan peradaban Sumeria beserta kaum Nephilim musnah, kecuali Ziusudra dan pengikutnya. Apakah Ziusudra adalah Nabi Nuh atau Noah? Inilah yang belum terpecahkan, tapi yang jelas tablet Sumeria itu dibuat jauh sebelum munculnya Kitab Injil ataupun Al-Qur’an.

Berbicara tentang kaum Nephilim, Goliath (dalam Injil) atau Jalut (dalam Al-Qur’an) yang dilawan oleh Nabi Daud/King David adalah salah satu keturunan Nephilim yang tersisa. Legenda Titans, Hercules, Perseus, Achilles, dan Theseus dari Yunani juga merupakan manifestasi dari kaum Nephilim. Hanuman, dan Garuda dari India juga dimitoskan sebagai setengah ’Dewa’. Tapi di sisi lain, legenda kaum Nephilim memunculkan beberapa anggapan keliru yang menyebutkan bahwa manusia pada waktu itu semua berukuran raksasa.

Sampai dengan abad ke-20, para sejarawan dan agamawan dunia (terutama penganut Injil) bertanya-tanya mengenai kaum Nephilim ini. Sebab di Injil sendiri tidak ada penjelasan detil mengenai apa dan siapa kaum Nephilim, bagaimana mereka dapat ‘jatuh’ ke Bumi dan berapa lama mereka ada di Bumi. Hanya ada beberapa ayat yang menerangkan bahwa Nephilim adalah raksasa dan sebagai hasil perkawinan antara ‘anak-anak Tuhan’ dan manusia.

Sumber yang mengisahkan penyebab banjir besar itu juga tidak ditemukan. Ada pihak yang berspekulasi bahwa pada saat itu adalah akhir dari zaman es, sehingga es yang mencair menimbulkan banjir besar. Tapi ada juga yang berspekulasi bahwa di saat itulah Planet Nibiru melintas mendekati matahari, sehingga menimbulkan pole shift atau pergeseran kutub dan bencana lainnya. Kutub yang bergeser tersebut tentu saja mencair dan memunculkan banjir besar tadi.

Sampai suatu ketika di tahun 1773, seorang penjelajah dari Skotlandia bernama James Bruce menemukan gulungan teks kuno di suatu tempat yang kini disebut Ethiopia.

Belakangan, 11 gulungan teks yang berbahasa Aramaic kuno itu disebut dengan The Book of Enoch, berupa catatan atau kodifikasi bersejarah dari Enoch, kakek buyut dari Noah atau Nabi Nuh (ayah dari Methuselah yang diperankan oleh Anthony Hopkins di film Noah). Dibuat berabad-abad sebelum munculnya Injil, konon Nabi Isa atau Yesus pun mengakui adanya buku ini.

Book of Enoch terdiri dari 108 bab, berisikan tentang era kehidupan Enoch, kakek buyut dari Noah/Nuh, generasi ke-7 dari Adam. Sebelum diketemukannya teks ini, hanya sedikit referensi sejarah yang menyinggung keberadaan Enoch. Teks yang ditemukan ini masih dikategorikan tertutup untuk umum, tapi keberadaannya diakui oleh pihak gereja. Dalam istilah keagamaan, buku ini adalah apocryphal (hanya ditujukan untuk orang-orang yang memiliki wisdom) dan pseudepigraphical (dibuat sendiri oleh tokoh di Kitab Suci). Apa isi Book of Enoch ini sehingga pihak gereja terkesan enggan untuk menyebarkannya ke publik, malah ada beberapa yang justru menentangnya karena dianggap penghujatan terhadap agama?

Akan menjadi terlalu berkepanjangan untuk mengupas seluruh 108 bab dalam Book of Enoch, tapi yang kita bahas hanya overview atau ringkasannya saja. Dikisahkan pada jaman Enoch, muncullah kaum The Watchers atau sons of heaven yang dianggap sebagai fallen angels di Gunung Armon/Hermon. Jumlah mereka sebanyak 200, dan dipimpin oleh Samyaza (dengan jajaran pimpinan: Urakabarameel, Akibeel, Tamiel, Ramuel, Danel, Azkeel, Saraknyal, Asael, Armers, Batraal, Anane, Zavebe, Samsaveel, Ertael, Turel, Yomyael, dan Arazyal). Para pendatang dari langit ini ternyata dipenuhi hawa nafsu, sehingga masing-masing mengambil manusia perempuan untuk dihamili. Tak hanya itu, mereka juga mengajarkan manusia ilmu sihir, mantera, dan meminum darah hewan. Lebih jauh lagi, salah satu fallen angel bernama Ramuel atau Azazyel mengajarkan manusia untuk membuat senjata dan berbagai perhiasan, sehingga manusia menjadi terpecah belah. Sementara dari perempuan-perempuan yang dihamili itu, lahirlah generasi raksasa (dalam Injil: Nephilim). Di samping itu, perilaku tak senonoh juga semakin merajalela di masyarakat yang tadinya tenteram dan damai. Kaum raksasa yang dilahirkan pun akhirnya memberontak terhadap manusia sendiri, sehingga manusia memohon bantuan Tuhannya.

Akhirnya Tuhan mengutus 4 malaikatnya: Michael, Uriel, Raphael, dan Gabriel untuk menangkap kaum ‘malaikat pemberontak’ itu dan memusnahkan kaum Nephilim. Namun sebelumnya Uriel diutusnya untuk memberitahu anak dari Lamech (a.k.a. Noah/Nuh) untuk melindungi diri dari bencana banjir besar yang akan terjadi. Mengapa Noah yang diberitahu, karena Noah adalah salah satu ‘anak Tuhan yang sempurna’. Kemudian 4 malaikat utusan Tuhan itupun berperang dengan Samyaza dan 200 pasukan The Watchers, hingga banjir besar melanda Bumi dan memusnahkan seluruh permukaannya, tentunya kecuali Noah/Nuh dan seisi kapalnya.

Kesan ketika membaca The Book of Enoch adalah bagaikan menonton film Star Wars. Apalagi kisah di atas hanya separuh dari isi keseluruhan buku itu. Separuhnya lagi merupakan deskripsi rinci dari pergerakan benda-benda langit seperti matahari, bulan, bumi serta tata surya yang kemudian membentuk kalender surya yang akurat. Menurut tulisan di buku ini, pengetahuan tersebut diperoleh Enoch ketika dia ‘berjalan bersama Tuhan di langit’. Menarik bukan?

Jadi apabila dikaitkan dengan ‘Dewa-Dewa’ Sumeria yaitu Annunaki, kesimpulan sementara adalah sebagai berikut: Annunaki sudah hidup di Bumi selama ratusan ribu tahun dan dianggap sebagai “Dewa/Tuhan” oleh manusia. Selama 7 generasi sejak Adam hingga Enoch, manusia yang telah dibukakan akses ke Pohon Pengetahuan oleh Enki telah mengalami hidup yang tenteram, makmur, damai, tanpa ada peperangan apapun. Perlu diingat, waktu itu satu generasi manusia dapat mencapai rentang waktu ratusan tahun.

Suatu ketika, di Gunung Hermon mendaratlah ras makhluk asing kedua yang disebut oleh Enoch dengan “The Watchers”. Seperti halnya Annunaki, manusia juga menganggap mereka ‘Dewa’ yang datang dari langit. Namun berbeda dengan Annunaki, ras ini lebih buas dan mempunyai kegemaran berperang. Dengan pasukan sebanyak 200, mereka pun membabi buta masuk ke masyarakat manusia dan memperkenalkan ilmu pengetahuan baru yang memicu satu hal yang masih ada pada manusia hingga saat ini: hawa nafsu. Manusia pun terprovokasi dan semakin menikmati apa yang diajarkan oleh kaum The Watchers. Sampai akhirnya, Nephilim sebagai hasil dari perkawinan antar makhluk itupun merajai dunia dan menguasai manusia. Disinilah kemudian posisi Annunaki terancam, karena proses penambangan mineralnya di Bumi menjadi terbengkalai, padahal di saat yang sama mereka juga mengetahui bahwa dalam waktu dekat akan muncul banjir besar. Mungkin saja, beberapa hasil tambang terakhir belum sempat dimasukkan ke dalam cargo mereka, karena manusia yang seharusnya mengerjakannya ‘disibukkan’ oleh The Watchers.

Untuk menyelamatkan kepentingan mereka itu, kemudian Annunaki memutuskan untuk menyerang The Watchers dan kedua ras makhluk asing itu pun berperang. Sementara itu, seperti tertulis di bagian pertama, Enki menyuruh Ziusudra/Noah/Nuh untuk membuat kapal, mengantisipasi banjir besar.

Posisi Enki pun menjadi terpojok, karena dia yang menginisiasi pertama kali supaya manusia mendapatkan akses ke Pohon Pengetahuan. Hal inilah yang kemudian diputarbalikkan oleh Enlil dan pengikutnya, jadi seolah kerusakan manusia adalah dampak dari akses tersebut. Enlil juga menyebut Enki sebagai sumber dari segala pengaruh buruk terhadap manusia. Perlu diketahui, nama lain dari Enki adalah Teth, Set, Tat, Sat, dan akhirnya kita semua memanggilnya: SATAN.

Ketika Annunaki menemukan bahwa manusia dapat menyelamatkan diri dari banjir tersebut, mereka memutuskan untuk meninggalkan Bumi dan membiarkan manusia membuat peradabannya sendiri hingga kini.

Friday, April 4, 2014

Captain America: Patriot, Superhero, Soldier, Spy



Setelah menonton premier Captain America: The Winter Soldier tanggal 2 April 2014 lalu, saya mendapatkan satu kesimpulan bahwa film ini adalah film Marvel terbaik dan terkompleks sejak Iron Man tayang pada tahun 2008 lalu. Bahkan saya bisa katakan bahwa sekuel dari Captain America: The First Avenger ini adalah proyek ambisius Marvel Studios yang berhasil mengguncang pondasi Marvel Cinematic Universe (MCU), khususnya untuk menuju Phase 2 tahun depan saat tayangnya Avengers: Age of Ultron.

Hal ini tentu menggemparkan dunia perkomikan Marvel, memunculkan rasa penasaran para penggemarnya karena anything could happen in the Marvel Cinematic Universe yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi di komik. Apalagi menjelang tayang Captain America: The Winter Soldier di US, Kevin Feige (Marvel Studios President of Production) mengumumkan bahwa mereka telah memiliki roadmap semua Marvel Superheroes yang akan difilmkan hingga tahun 2028.

Fourteen more years of fucking entertainment. Yay!

Dari film lanjutan sang Captain ini sendiri, harga produksinya kira-kira mencapai USD $170,000,000. Sutradaranya kakak beradik, Anthony dan Joe Russo sementara skenario ditulis oleh Christopher Markus dan Stephen McFeely. Proses shooting dilakukan di Los Angeles, Washington, DC, dan Cleveland. Saya sudah mencatat beberapa hal yang bagus-bagus dan juga yang agak negatif menurut sudut pandang saya pribadi.

Semua penonton pasti sudah bisa merasakan bahwa film ini sangat fundamental dalam hal pencarian nilai-nilai ideal dari suatu kebebasan asasi. Yang disorot dalam film ini bukan nasionalisme atau patriotisme buta, tapi corrupted nationalism. Korupsi tidak semata untuk memperkaya diri, namun yang ditekankan adalah lebih jauh lagi, yaitu korupsi terhadap kebebasan publik atau neo-fasisme. Dan di era Edward Snowden juga pasca peristiwa 9/11, rasa-rasanya hal ini menjadi sangat relevan di dunia global yang nyata.

Itulah sebab film ini terasa lebih ekspansif dibandingkan Captain America: The First Avenger. Apabila dulu film pertama terfokus pada US Army, sekarang fokus beralih kepada organisasi rahasia S.H.I.E.L.D. Berselang 2 tahun setelah kejadian penyerangan New York (The Avengers), karakter Steve Rogers (Chris Evans) kini telah berkembang dari seorang tentara patriot yang berperang untuk US di Perang Dunia II bersama The Howling Commandos, menjadi seorang mata-mata yang bekerja untuk S.H.I.E.L.D dengan scope global. Kostumnya pun kini menggunakan kostum stealth yang berwarna biru perak, seperti halnya dalam Secret Avengers. Apalagi dengan munculnya karakter Alexander Pierce (Robert Redford), sehingga nuansa film political thriller tahun 70-an menjadi sangat kental (Three Days of the Condor, French Connection, The Parallax View, All the President’s Men).


Perubahan scope nasionalisme ke kepentingan global tadi tentu membuat Steve Rogers mengubah cara pandangnya, disamping juga harus mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan ideal yang ia miliki. Apalagi ketika di tengah film terjadi assassination terhadap seseorang, sehingga dunia Rogers seolah berbalik menyerangnya. Dan akhirnya iapun harus mendengarkan pesan dari Nick Fury (Samuel L. Jackson), “Trust no one.” Dalam hal ini, Chris Evans berhasil menyeimbangkan antara Rogers yang merasa kesepian dan sendiri di tengah kompleksnya dunia, dengan idealismenya yang tak tergoyahkan dan juga stamina fisiknya yang tak pernah meredup. Bahkan berulangkali Russo Brothers dengan sangat meyakinkan berhasil menampilkan Captain America yang terjatuh dari ketinggian, ditembak dan dilempar bom, serta menerima berbagai tantangan fisik lain hingga membuat penonton terkesiap, namun pada akhirnya tetap bangkit kembali.

Namun bukannya Steve Rogers tak memiliki teman sama sekali. Natasha Romanoff alias Black Widow (Scarlett Johansson) selalu setia mendampingi, walau ia sendiri memiliki banyak rahasia yang tak diceritakan kepada Rogers. Perlu dicatat bahwa Black Widow di film ini sangat mendapat porsi screentime yang cukup, bahkan lebih krusial dibandingkan The Avengers dan Iron Man 2.
 

Selain itu Rogers juga mendapat teman baru Sam Wilson (Anthony Mackie), seorang ex-tentara paratrooper yang terlatih menggunakan exoskeleton bersayap dengan kode “Falcon”. Chemistry antara Evans dan Mackie langsung terasa dari awal film, hingga penonton pun dapat merasakan tulusnya persahabatan Rogers dan Wilson hingga akhir film.

 
Di dalam S.H.I.E.L.D, Rogers tentu saja memiliki sekutu Nick Fury dan Maria Hill (Cobie Smulders), dan kini ditambah Agent 13 (Emily Van Camp). Walau di film ini dia menyamar dengan nama “Kate”, penggemar komik tentu tahu bahwa Agent 13 ini adalah Sharon Carter, anak dari Peggy Carter. Di komiknya, Sharon menjadi love interest Rogers dan bahkan memiliki peran penting dalam The Death of Captain America. Akankah hal yang sama juga terjadi di Marvel Cinematic Universe? Mari kita tunggu.

Yang mengganggu saya adalah absennya Clint Barton alias Hawkeye, dimana jelas-jelas ia adalah Agen S.H.I.E.L.D. Tidak ada penjelasan apapun mengenai kemana atau dimana ia berada, selain kalung berbentuk anak panah yang dikenakan oleh Natasha Romanoff. Mungkin saja ia sedang menjalani terapi penyembuhan pikiran, setelah jatuh dalam pengaruh Loki di The Avengers. Seperti kita ketahui, orang-orang yang pernah dipengaruhi oleh Loki dengan tongkatnya di The Avengers tidak dapat begitu saja sembuh. Contohnya saja Dr. Erik Selvig di Thor: The Dark World yang menjadi setengah gila dan berlari-lari telanjang di Stonehenge.

Sementara itu, di pihak antagonis adalah The Winter Soldier. Semua orang pembaca komik Captain America tentu saja sudah tahu bahwa assassin berdarah dingin ini adalah James “Bucky” Barnes (Sebastian Stan), sahabat Steve Rogers sejak masa kecil dan masa Perang Dunia II. Pada film Captain America: The First Avenger, dikisahkan Bucky jatuh dari ketinggian pada saat Captain America menangkap Arnim Zola di kereta api yang sedang berjalan di pegunungan. Namun ternyata Bucky tidak mati, karena ditemukan oleh Uni Soviet dan diberikan tangan cyborg dengan tanda bintang merah Soviet untuk menggantikan tangan kirinya yang putus. Kemudian ia dicuci otaknya dan dilatih untuk menjadi seorang assassin. Selama 50 tahun badannya bolak-balik ditidurkan di es dan dibangunkan kembali setiap kali ia dibutuhkan untuk membunuh. Dia lupa siapa dirinya, hingga bertemu dengan Steve Rogers di masa modern.

 
Yang menjadi catatan mengesankan, hingga akhir film Bucky masih lupa siapa dirinya walaupun secara samar-samar sudah mulai mengingat. Hal ini tentu saja sangat logis, karena untuk mengembalikan ingatan yang telah hilang selama puluhan tahun itu bukan perkara instan. Apalagi Sebastian Stan memiliki kontrak dengan Marvel Studios sebanyak 9 film (dan baru selesai 2).

Dan jangan lupa, bahwa di komik, Bucky atau The Winter Soldier nantinya akan mengenakan kostum Captain America setelah Steve Rogers dibunuh.

 
Bicara Captain America dan The Winter Soldier tentu juga tak bisa lepas dari HYDRA, salah satu divisi sains NAZI yang memisahkan diri dan dipimpin oleh Johann Schmidt atau Red Skull. Dalam film ini HYDRA muncul kembali sebagai antagonis utama. Saya sendiri sangat menyayangkan bahwa Red Skull tidak muncul dalam film ini. Mudah-mudahan saja Marvel Studios dan Russo Brothers (yang telah dikontrak untuk menyutradarai Cap 3) mau menghadirkan Red Skull lagi.
 
(((apalagi kalau dengan story arc The Death of Captain America!)))
 
Namun demikian, saya cukup terpuaskan dengan munculnya kembali Arnim Zola (Toby Jones). Apabila di komik Zola dikisahkan memiliki badan robot setelah fisiknya mati, di film ini Marvel Studios memiliki cara yang unik dan logis untuk menghidupkan Zola kembali dari alam kematian.
 
Senator Stern (Garry Shandling) yang di Iron Man 2 menjadi musuh bebuyutan Tony Stark di Senat juga muncul di film ini, dan ternyata adalah agen HYDRA. Bahkan di dalam organisasi S.H.I.E.L.D sendiri, tidak dapat dibedakan lagi mana agen HYDRA. Plot ini tentu mengingatkan saya pada Star Wars Episode 1-3, yaitu metode infiltrasi Sith ke dalam Galactic Republic. Dan kabarnya, plot infiltrasi ini juga akan digunakan dalam serial Agents of S.H.I.E.L.D yang kini masih tayang di ABC.

Pertanyaan yang tersisa dari saya, apakah Presiden Matthew Ellis (William Sadler di Iron Man 3) juga merupakan Agen HYDRA, mengingat ia juga menggunakan Captain America sebagai propaganda dengan cara membuat galeri khusus untuk kisah hidup Steve Rogers di Museum Smithsonian? Sebab agak aneh menurut saya, ketika Steve Rogers sedang diberdayakan untuk menjadi mata-mata namun riwayat hidupnya terpampang begitu jelasnya di Museum. Jelas-jelas galeri itu bertujuan untuk propaganda dan menunjukkan bahwa US memiliki Captain America. Sementara wakilnya, Vice President Rodriguez, sudah terbukti membantu Aldrich Killian dan Advanced Idea Mechanics untuk membuat virus Extremis (Iron Man 3).

Anyway, Zola dan The Winter Soldier hanya sebagian dari tokoh antagonis yang harus dihadapi Captain America. Masih ada lagi Georges Batroc (diperankan oleh juara UFC Georges St-Pierre) dan juga Brock Rumlow (Frank Grillo) dan pasukannya. Brock Rumlow di komik bernama lain Crossbones, dan juga berperan penting dalam The Death of Captain America.

Selain The Winter Soldier, kedua tokoh terakhir itu juga menjadi tantangan fisik tersendiri untuk Captain America. Catatan yang sangat baik di film ini adalah penggunaan martial arts dan hand-to-hand combat yang cukup intensif dan menegangkan. Dan kemampuan martial arts ini baru pertama kali digunakan oleh Captain America di dunia perfilman. Ada Cap vs. Batroc (yang menggunakan martial arts savate), Cap vs. Pasukan Batroc, Cap vs. Pasukan Rumlow (di dalam lift), Cap vs. Rumlow, Wilson vs. Rumlow, Black Widow vs. The Winter Soldier, dan yang paling menegangkan adalah Cap vs. The Winter Soldier yang menggunakan pisau. Semua itu cukup untuk membuat kita terpaku di kursi bioskop dengan takjub sekaligus tegang.
 

Apa mungkin Marvel Studios memang berkonsep seperti itu, mengingat Captain America: The Winter Soldier ditayangkan bersama dengan The Raid 2: Berandal? (Hahaha who knows?). Yang jelas, Russo Brothers memang menjadikan The Raid sebagai benchmark dari fighting scene film ini.

Sebuah catatan lain yang bagus adalah mengenai sound dan special effects. Untuk kali ini, sound ketika Captain America melemparkan perisainya begitu meyakinkan, sehingga ketika perisai tersebut memantul, mendarat atau menancap di dinding suaranya begitu intens dan memberi kesan berbahaya. Sementara itu, special effects dibuat oleh 5 perusahaan, diantaranya adalah Industrial Light & Magic dan Scanline VFX. Kualitasnya top notch, kecuali beberapa adegan Falcon mendarat yang masih agak kasar. Tapi Russo Brothers memang sangat menekankan untuk meminimalkan CGI, karena ingin menampilkan adegan yang nyata.

Dan last but not least, easter eggs.

Apalah artinya sebuah film Marvel Studios tanpa adanya easter eggs. Untuk Captain America: The Winter Soldier, antara lain: semua peralatan S.H.I.E.L.D adalah buatan Stark; Exoskeleton Falcon ada tulisan Stark Industries; HYDRA membunuh Howard dan Maria Stark (orang tua Tony Stark); Howard Stark (Dominic Cooper), Peggy Carter (Hayley Atwell), dan Col. Chester Phillips (Tommy Lee Jones) mengembangkan Divisi SSR (Scientific Strategic Reserve) US Army menjadi S.H.I.E.L.D; Ed Brubaker (penulis komik The Winter Soldier) menjadi salah satu ilmuwan yang mengoperasi Bucky; Christopher Markus dan Stephen McFeely (penulis skenario) menjadi Agen S.H.I.E.L.D yang menginterogasi Batroc; Dan target HYDRA untuk dibunuh adalah orang-orang yang akan menghalangi rencananya antara lain Tony Stark, Bruce Banner, dan…. Stephen Strange.

 
Namun yang terpenting tentu saja mid-credit scene dan post-credit scene. Oleh karena itu, jangan beranjak dari tempat duduk dulu setelah film ini usai. Pada mid-credit, ada scene yang menampilkan tokoh antagonis dari HYDRA yang muncul perdana, yaitu Baron Wolfgang Von Strucker (Thomas Kretcshmann). Tak hanya menunjukkan bahwa HYDRA masih eksis, namun ia juga menguasai tongkat Loki (Loki’s Sceptre) dan juga beberapa tawanan hasil percobaan HYDRA, yang utama adalah si kembar Pietro dan Wanda Maximoff alias Quicksilver dan Scarlet Witch (Aaron Taylor-Johnson dan Elizabeth Olsen). Jadi kemungkinan besar, untuk menghindari friksi dengan Fox (pemilik franchise X-Men, mengingat si kembar adalah anak dari Erik Lensherr alias Magneto), Marvel Studios akan membuat origin Quicksilver dan Scarlet Witch sebagai hasil percobaan HYDRA, sebagaimana Bucky yang juga sempat menjadi kelinci percobaan Zola di masa Perang Dunia II (sehingga tidak mati ketika jatuh ke jurang).


Lalu di akhir credit, terdapat scene pergolakan batin The Winter Soldier yang menyamar dan mengunjungi Museum Smithsonian, tempat dimana riwayat hidup Captain America dan The Howling Commandos didokumentasikan. Bucky adalah salah satu personil The Howling Commandos.

Di akhir film, memang HYDRA masih hidup walaupun beroperasi di bawah tanah. Bahkan HYDRA bisa saja kembali menjadi antagonis utama di Phase 3 nanti, mengingat Von Strucker juga menguasai tongkat Loki yang dapat membuka-tutup portal wormhole ke dunia lain, mengembalikan Red Skull, dan kemungkinan juga mendatangkan THANOS.

Kesimpulan saya, walaupun ekspansif dan eksplosif dibanding film Captain America yang pertama, namun The Winter Soldier tak memiliki keunggulan film pertama yaitu kekuatan karakter. Sebagai contoh, di film ini tidak ada tokoh seperti Dr. Abraham Erskine (Stanley Tucci) dan Col. Chester Phillips (Tommy Lee Jones) yang memberikan jiwa kepada seluruh film walau hanya muncul sebentar. Selain itu, sang sutradara sepertinya di paruh kedua 'terjebak' untuk membuat adegan yang klise, dimana para tokoh utama mengejar waktu untuk menghentikan kehancuran.

Jadi untuk mendapatkan impact yang mendalam, mungkin akan lebih baik apabila kita menonton film pertama dan kedua secara kontinyu, karena keduanya merupakan satu kesatuan.