Have fun and enjoy yourself

Monday, March 4, 2013

The Zombie Fever Has Finally Found Its Cure

 
Sejak tahun 1920, dunia film Hollywood seakan tak bosan dengan film-film bertema zombie. Banyak sekali film-film zombie yang bermunculan, bahkan hingga tahun-tahun ke depan. Sebut saja Dawn of the Dead, Resident Evil (dan semua sekuelnya), Doom, Land of the Dead, 28 Days Later, 28 Weeks Later, Night of the Living Dead, I Am Legend, Planet Terror, Rec, Rise of the Dead, Zombieland, hingga komedi Shaun of the Dead, dan juga serial TV yang diangkat dari komik yaitu The Walking Dead. Brad Pitt dan perusahaannya Plan B juga akan memunculkan film blockbusternya tentang zombie tahun ini, yaitu World War Z (diadaptasi dari novel Max Brooks yang berjudul sama).
 
Namun dari ratusan film zombie yang telah diproduksi itu selalu menampilkan cerita yang cenderung diulang dan diulang lagi. Menampilkan satu atau sekelompok orang yang berusaha survive di dunia yang telah dipenuhi zombie, tanpa ujung akhir yang jelas. Seperti film-film tentang vampire, cara-cara menghentikan zombie juga cuma begitu-begitu saja tanpa ada inovasi yang signifikan. Tebas kepala, atau tembak kepala lalu mati. Sehingga sekarang, membuat film bertema zombie menjadi sangat mudah. Cukup mengumpulkan sekelompok orang, buat kondisi supaya mereka terjebak dalam lingkungan tertutup, kemudian buat mereka saling bunuh satu sama lain, atau buat para zombie yang membunuh mereka, atau kedua-duanya. Membosankan.
 
Kini muncullah film Warm Bodies yang diangkat dari novel Isaac Marion dan disutradarai Jonathan Levine (50/50). Dibandingkan dengan film-film zombie pendahulunya, Levine telah mengambil langkah yang inovatif dan non-konvensional sehingga menghasilkan ide yang fresh dan kreatif.
 
Dengan cara-cara yang unik, kita diajak untuk mengeksplorasi apa yang ada di pikiran seorang zombie (Nicholas Hoult) bernama ‘R’, baik melalui ekspresinya maupun dengan voice-over narration yang dihadirkan secara efektif. Dengan kualitas akting Hoult dan tutur cerita yang terjaga temponya, kita dapat merasakan perubahan pikiran R yang tadinya kanibalistik dan tanpa perasaan menjadi empati dan ingin mencari kebahagiaan. Inilah ilmu yang ditawarkan dalam Warm Bodies, yaitu bagaimana zombie dapat kembali dihidupkan melalui kehangatan dan perhatian, bahkan cinta. Memang aneh untuk sebuah film bertemakan zombie, tapi itulah yang dibutuhkan saat ini: sebuah harapan hidup.
 
Bintang dari film ini memang Nicholas Hoult, yang menampilkan performa yang prima dan menawan, tak dibuat-buat, dan yang paling penting menumbuhkan empati penonton terhadap zombie. Dengan menggunakan voice-over yang seakan tanpa ekspresi namun lucu, dia dapat mendeskripsikan keinginannya untuk hidup dan mencintai Julie. Selain itu, secara fisik R juga secara perlahan mengalami perubahan seiring evolusi batinnya. Pertama hanya matanya yang terlihat berbeda dengan zombie-zombie lain, yaitu kelihatan lebih waspada dan hidup walaupun tubuhnya masih pucat, penuh luka, dan tak terkoordinir. Namun seiring perubahan yang terjadi di batinnya, fisiknya pun makin terkontrol sehingga bergerak ke arah kompleksitas fisik, mental, serta emosional. Hoult dapat menghadirkan proses transformasi itu dengan seimbang, antara perilaku yang manis yang dihantui oleh perasaan frustrasi, kesendirian, dan ketakutan untuk kembali menjadi zombie.
 
Namun tak sebatas perubahan karakter R, rupanya Levine juga menghadirkan elemen-elemen yang transisional dalam sinematografinya, yaitu semakin lama semakin cerah seiring dengan perubahan R kembali menjadi manusia.
 
Kalau ada Romeo (R), pastinya ada Juliet (Julie).
 
 
Teresa Palmer, yang memerankan Julie, juga berperan dengan cukup bagus (walaupun tak sebagus Hoult). Dalam novelnya, karakter ini juga digali secara mendalam oleh Marion, sehingga terwujud seorang tokoh yang lebih kuat dari yang diharapkan oleh penonton. Memang pada awalnya ia tak berdaya dan diselamatkan oleh R, tapi plot itu hanyalah sebuah sarana untuk membalikkan keadaan. Karena pada akhirnya, R-lah yang diselamatkan oleh Julie. Dalam hal ini, Palmer dapat berperan baik sebagai survivor yang secara perlahan beradaptasi dengan kemungkinan adanya harapan di balik kekacauan dunia zombie yang ia alami.
 
Sebagaimana Romeo & Juliet, tentu ada subplot yang mengelilingi pasangan utama kita. Julie harus berjuang melawan ayahnya sendiri (John Malkovich), seorang militan pemimpin kelompok manusia. Sang Capulet. Ada lagi Bonies, zombie level akut yang tinggal tulang belulang dan sudah kehilangan 100% sisi kemanusiaannya, sehingga menyerang semua manusia maupun zombie yang berada di depannya. Peran-peran pendukung lainnya seperti Analeigh Tipton sebagai Nora, sahabat Julie, dan juga Rob Corddry sebagai zombie teman R yang rupanya mengalami evolusi batin yang sama.
 
Pada kesimpulannya, penulisan naskah, penyutradaraan, serta penampilan yang bagus dari aktor-aktornya menjadi strongpoint dari Warm Bodies. Film ini bukan film yang sempurna, namun ada cukup adegan yang mempesona, bahkan sampai action dan gore seperti halnya film-film zombie yang lain. Namun pada akhirnya, setelah berbagai macam demam zombie, cintalah yang muncul sebagai obatnya.

No comments:

Post a Comment