Sejak tahun 1920, dunia film Hollywood seakan tak
bosan dengan film-film bertema zombie. Banyak sekali film-film zombie yang
bermunculan, bahkan hingga tahun-tahun ke depan. Sebut saja Dawn of the Dead, Resident
Evil (dan semua sekuelnya), Doom, Land of the Dead, 28 Days Later, 28 Weeks
Later, Night of the Living Dead, I Am Legend, Planet Terror, Rec, Rise of the
Dead, Zombieland, hingga komedi Shaun of the Dead, dan juga serial TV yang diangkat
dari komik yaitu The Walking Dead. Brad Pitt dan perusahaannya Plan B juga akan
memunculkan film blockbusternya tentang zombie tahun ini, yaitu World War Z
(diadaptasi dari novel Max Brooks yang berjudul sama).
Namun dari ratusan film zombie yang telah
diproduksi itu selalu menampilkan cerita yang cenderung diulang dan diulang
lagi. Menampilkan satu atau sekelompok orang yang berusaha survive di dunia yang
telah dipenuhi zombie, tanpa ujung akhir yang jelas. Seperti film-film tentang vampire,
cara-cara menghentikan zombie juga cuma begitu-begitu saja tanpa ada inovasi
yang signifikan. Tebas kepala, atau tembak kepala lalu mati. Sehingga sekarang,
membuat film bertema zombie menjadi sangat mudah. Cukup mengumpulkan sekelompok
orang, buat kondisi supaya mereka terjebak dalam lingkungan tertutup, kemudian
buat mereka saling bunuh satu sama lain, atau buat para zombie yang membunuh
mereka, atau kedua-duanya. Membosankan.
Kini muncullah film Warm Bodies yang diangkat
dari novel Isaac Marion dan disutradarai Jonathan Levine (50/50). Dibandingkan dengan
film-film zombie pendahulunya, Levine telah mengambil langkah yang inovatif dan
non-konvensional sehingga menghasilkan ide yang fresh dan kreatif.
Dengan cara-cara yang unik, kita diajak untuk
mengeksplorasi apa yang ada di pikiran seorang zombie (Nicholas Hoult) bernama ‘R’,
baik melalui ekspresinya maupun dengan voice-over narration yang dihadirkan
secara efektif. Dengan kualitas akting Hoult dan tutur cerita yang terjaga
temponya, kita dapat merasakan perubahan pikiran R yang tadinya kanibalistik
dan tanpa perasaan menjadi empati dan ingin mencari kebahagiaan. Inilah ilmu yang
ditawarkan dalam Warm Bodies, yaitu bagaimana zombie dapat kembali dihidupkan
melalui kehangatan dan perhatian, bahkan cinta. Memang aneh untuk sebuah film
bertemakan zombie, tapi itulah yang dibutuhkan saat ini: sebuah harapan hidup.
Bintang dari film ini memang Nicholas Hoult,
yang menampilkan performa yang prima dan menawan, tak dibuat-buat, dan yang
paling penting menumbuhkan empati penonton terhadap zombie. Dengan menggunakan
voice-over yang seakan tanpa ekspresi namun lucu, dia dapat mendeskripsikan
keinginannya untuk hidup dan mencintai Julie. Selain itu, secara fisik R juga secara
perlahan mengalami perubahan seiring evolusi batinnya. Pertama hanya matanya
yang terlihat berbeda dengan zombie-zombie lain, yaitu kelihatan lebih waspada
dan hidup walaupun tubuhnya masih pucat, penuh luka, dan tak terkoordinir.
Namun seiring perubahan yang terjadi di batinnya, fisiknya pun makin terkontrol
sehingga bergerak ke arah kompleksitas fisik, mental, serta emosional. Hoult
dapat menghadirkan proses transformasi itu dengan seimbang, antara perilaku
yang manis yang dihantui oleh perasaan frustrasi, kesendirian, dan ketakutan
untuk kembali menjadi zombie.
Namun tak sebatas perubahan karakter R, rupanya
Levine juga menghadirkan elemen-elemen yang transisional dalam
sinematografinya, yaitu semakin lama semakin cerah seiring dengan perubahan R
kembali menjadi manusia.
Kalau ada Romeo (R), pastinya ada Juliet (Julie).
Teresa Palmer, yang memerankan Julie, juga
berperan dengan cukup bagus (walaupun tak sebagus Hoult). Dalam novelnya,
karakter ini juga digali secara mendalam oleh Marion, sehingga terwujud seorang
tokoh yang lebih kuat dari yang diharapkan oleh penonton. Memang pada awalnya
ia tak berdaya dan diselamatkan oleh R, tapi plot itu hanyalah sebuah sarana
untuk membalikkan keadaan. Karena pada akhirnya, R-lah yang diselamatkan oleh
Julie. Dalam hal ini, Palmer dapat berperan baik sebagai survivor yang secara
perlahan beradaptasi dengan kemungkinan adanya harapan di balik kekacauan dunia
zombie yang ia alami.
Sebagaimana Romeo & Juliet, tentu ada
subplot yang mengelilingi pasangan utama kita. Julie harus berjuang melawan
ayahnya sendiri (John Malkovich), seorang militan pemimpin kelompok manusia. Sang
Capulet. Ada lagi Bonies, zombie level akut yang tinggal tulang belulang dan
sudah kehilangan 100% sisi kemanusiaannya, sehingga menyerang semua manusia
maupun zombie yang berada di depannya. Peran-peran pendukung lainnya seperti
Analeigh Tipton sebagai Nora, sahabat Julie, dan juga Rob Corddry sebagai
zombie teman R yang rupanya mengalami evolusi batin yang sama.
Pada kesimpulannya, penulisan naskah,
penyutradaraan, serta penampilan yang bagus dari aktor-aktornya menjadi
strongpoint dari Warm Bodies. Film ini bukan film yang sempurna, namun ada
cukup adegan yang mempesona, bahkan sampai action dan gore seperti halnya
film-film zombie yang lain. Namun pada akhirnya, setelah berbagai macam demam zombie,
cintalah yang muncul sebagai obatnya.
No comments:
Post a Comment