Dua
tahun lalu, Marvel Studios mengumumkan dimulainya pembuatan Thor: The Dark
World sebagai sekuel Thor (2011). Namun Marvel waktu itu harus mencari sosok sutradara
yang tepat, karena sutradara film Thor pertama, Kenneth Branagh mengundurkan
diri dari proyek ini. Brian Kirk dan Patty Jenkins yang sebelumnya didekati
oleh Marvel Studios untuk menyutradarai film ini juga kemudian mengundurkan
diri. Akhirnya pilihan Marvel jatuh kepada Alan Taylor, yang berperan
menyutradarai serial Game of Thrones di HBO. Sementara penulis skenarionya
adalah Christopher Yost, Christopher Markus, dan Stephen McFeely. Sutradara The
Avengers sekaligus supervisor dari seluruh film Marvel Studios, Joss Whedon,
bahkan juga ikut menulis ulang beberapa adegan di film ini supaya inline dengan
film-film Marvel Studios lainnya.
Maka
sepanjang film kita akan diberikan cirikhas Alan Taylor di Game of Thrones, yaitu
kisah kerajaan Asgard yang penuh intrik politik keluarga dan kekuasaan. Bahkan seperti
halnya Game of Thrones, semua tokoh di Thor: The Dark World berada di grey
area, tidak semata hitam dan putih seperti yang lazim terjadi di komik.
Meneruskan apa yang telah terkonsep oleh Kenneth Branagh di film yang pertama,
Alan Taylor dengan berbekal pengalaman di Game of Thrones telah melakukan
pekerjaan yang sangat baik. Kuncinya adalah menggabungkan antara drama keluarga
dengan dunia alien yang fantastis. Di Game of Thrones, hal yang membuat menarik
adalah persaingan antar saudara yaitu Tyrion dan Cersei untuk merebut kasih
sayang ayahnya. Hal yang sama juga terjadi dengan Thor dan Loki. Intrik dan persaingan
itulah yang dapat menyentuh nurani penonton di level psikologis, karena kita
sendiri mengalaminya di kehidupan nyata. Tak seperti Iron Man 3 yang “Disney
banget”, Alan Taylor berhasil membuat Thor: The Dark World keluar dari
pakem-pakem film Disney yang biasa kita tonton.
Seperti
yang dinarasikan di awal film maupun di trailer, “Some believe that before the
universe, there was nothing. They’re wrong. There was darkness. And it has
survived.” Dari narasi itu, rupanya Alan Taylor dan tim penulis ingin
menyampaikan pesan kepada penonton bahwa film ini tidak akan memiliki happy
ending, dan kekuatan jahat itu akan selalu hidup walaupun semua orang telah
menganggapnya mati. Namun tak berarti bahwa kita harus menyerahkan cinta dan kemanusiaan
kita kepada kekuatan jahat itu.
Seperti
halnya film yang pertama, Thor: The Dark World diawali dengan peperangan yang
terjadi sebelum masa kekuasaan Odin, Allfather ayah dari Thor. Dikisahkan Bor,
ayah Odin, memiliki musuh abadi kaum Dark Elves yang dipimpin oleh Malekith
yang bengis (Christopher Eccleston). Kebengisan Malekith karena ia bertujuan
untuk mengembalikan jagad raya ke statusnya sebelum masa penciptaan, dengan
menggunakan senjata (biologis) Aether yang dapat menghancurkan dunia yang ada
di sekitarnya. Asgardian yang bertanggung jawab atas keamanan Nine Realms. Bagi
yang belum tahu apa itu Nine Realms, silahkan cek mitologi Norse tentang Yggdrasil.
Bor
dapat mengalahkan pasukan Dark Elves, namun Malekith dan pengikutnya, Algrim (Adewale
Akinnuoye-Agbaje), dapat melarikan diri dan membekukan diri setelah
mengorbankan seluruh bangsanya dalam misi bunuh diri. Aether kemudian disimpan
oleh Bor di tempat yang dirahasiakan di Asgard. Tak dinyana, Aether dapat
menemukan jalan keluar sendiri dari tempat penyimpanan itu, akibat adanya
konvergensi (kesejajaran) dari kesembilan dunia di Nine Realms yang terjadi setiap
5.000 tahun sekali. Dan keluarnya Aether ini juga kebetulan karena di saat yang
bersamaan, Jane Foster (Natalie Portman) menemukan anomali di London dalam
usahanya selama dua tahun menemukan jalan kembali ke Thor, seperti janjinya di akhir
film yang pertama. Anomali yang terjadi itu ternyata adalah proses terbukanya pintu
gerbang antara 9 dunia akibat sejajarnya alam semesta tadi. Terbukanya portal
itu dapat memindahkan secara instan segala sesuatu yang ada di Bumi ke salah
satu dunia lain, dan juga sebaliknya. Termasuk juga Jane Foster sendiri yang
kemudian tiba-tiba berada di tempat penyimpanan Aether di Asgard. Aether yang
wujudnya berubah-ubah itu tiba-tiba masuk ke tubuh Jane, begitu ia menyentuh
tempat penyimpanan itu.
Kepindahan
Jane yang tiba-tiba itu tentu membuat Heimdall (Idris Elba) tiba-tiba tidak
dapat melihatnya. Heimdall, sang penjaga Rainbow Bridge, seperti kita tahu
dimintai tolong oleh Thor mengawasi Jane sementara Thor dan teman-temannya
(Sif, Volstagg, Fandral, dan Hogun) selama dua tahun belakangan memulihkan Nine
Realms yang bergejolak akibat hancurnya Rainbow Bridge di akhir film pertama. Setelah
mendapat alarm dari Heimdall, maka Thor pun kembali ke Bumi dan akhirnya dapat
bertemu dengan Jane sesaat setelah Jane berpindah kembali ke Bumi dari Asgard
melalu portal yang terbuka tadi. Namun karena Jane kerasukan Aether yang
ternyata menggerogoti tubuhnya bak kanker, maka Thor memutuskan untuk
membawanya ke Asgard untuk mendapatkan pengobatan.
Namun
demikian di saat yang bersamaan, dengan keluarnya Aether dari tempat
penyimpanan, keberadaannya dapat dilacak oleh Malekith yang selama ini menunggu
dengan sabar. Dan dengan teknologi cloak/stealth seperti yang dimiliki oleh
Klingon di Star Trek, maka Heimdall pun tidak dapat mengantisipasi kedatangan
Malekith dan pasukannya hingga mereka dapat menyerbu Asgard. Maka perang ribuan
tahun lalu pun terulang kembali. Kerajaan Asgard dapat ditembus. Namun dalam
usaha melindungi Jane, Thor dan Asgard harus berkorban nyawa, bahkan nyawa dari
seseorang yang dicintai oleh Thor sepanjang hidupnya.
Seperti
halnya kematian (atau pura-pura matinya?) Coulson di The Avengers yang kemudian
membuat para superhero bisa bekerjasama, peristiwa kematian ini juga kemudian
berujung pada kerjasama Thor dan Loki (yang selama ini dipenjara) untuk memburu
Malekith dan menghindarkan perang yang lebih besar lagi apabila Asgard menyerbu
Malekith dengan skala pasukan besar. Apabila perang besar benar-benar terjadi,
maka perang itu akan terjadi di Bumi selaku Midgard dan jutaan manusia akan
mati sia-sia. Namun pada akhirnya, perang Thor dan Malekith di Bumi pun menjadi
tak terhindarkan lagi.
Sebagai
sutradara, Alan Taylor dapat memuaskan penonton (khususnya saya) akan
pemandangan Asgard yang lebih megah dari film Thor yang pertama. Bahkan
peperangan di Asgard mengingatkan saya pada adegan perang di Star Wars. Ataukah
memang Thor: The Dark World ini menjadi ajang ujicoba visual effect untuk Star
Wars Episode VII yang franchise-nya juga sudah dibeli Disney dan akan tayang tahun
2015? Kalaupun benar demikian, saya tidak akan merasa kecewa karena
adegan-adegan perang itu sudah cukup halus dan benar-benar memanjakan mata.
Perang akhir di film ini juga luar biasa, dan mengingat terjadi pada saat konvergensi semesta, maka peperangannya juga tak hanya terjadi di satu dunia saja. Thor dan Malekith berbaku hantam dan berpindah-pindah dunia pada saat yang bersamaan, sehingga Mjolnir (palu Thor) sampai bingung mengikuti kemana Thor pergi. Humor-humor yang disajikan pada saat finale ini juga cerdas, tak mengurangi keseriusan film namun dapat menurunkan ketegangan penonton yang terpaku sekaligus takjub akan kepiawaian Alan Taylor meramu adegan demi adegan dengan menggunakan sinematografi yang brilyan.
Perang akhir di film ini juga luar biasa, dan mengingat terjadi pada saat konvergensi semesta, maka peperangannya juga tak hanya terjadi di satu dunia saja. Thor dan Malekith berbaku hantam dan berpindah-pindah dunia pada saat yang bersamaan, sehingga Mjolnir (palu Thor) sampai bingung mengikuti kemana Thor pergi. Humor-humor yang disajikan pada saat finale ini juga cerdas, tak mengurangi keseriusan film namun dapat menurunkan ketegangan penonton yang terpaku sekaligus takjub akan kepiawaian Alan Taylor meramu adegan demi adegan dengan menggunakan sinematografi yang brilyan.
Dan
Loki. Loki just stole the show. Tom Hiddleston memang seperti biasa brilyan
memerankan sang Dewa Penipu (God of Deception). Tapi Alan Taylor dan para
penulislah yang berperan besar dalam menghadirkan Loki yang tak bisa diduga
langkahnya. Sejak awal penonton selalu dibuat bertanya-tanya, Loki ini baik
atau jahat ya? Oleh Alan Taylor, tak hanya Thor yang berhasil dimunculkan sisi
manusiawinya, namun juga Loki. Dan sejak film yang pertama, saya sendiri
memiliki simpati terhadap Loki dan tindakan-tindakannya. Dan akhirnya di film
ini, penonton jadi tahu siapa sebenarnya yang mengajarkan Loki akan the art of
deception.
Mengenai
akting, tak jauh dari film yang pertama. Selain Hiddleston, Chris Hemsworth, Anthony
Hopkins, Rene Russo, Natalie Portman, Jaimie Alexander, Ray Stevenson, Zachary
Levi, Kat Dennings, dan Stellan Skarsgard menampilkan akting yang menawan. Belum
lagi ditambah dengan peran antagonis oleh Christopher Eccleston dan Adewale
Akinnuoye-Agbaje. Namun sayang, sebenarnya saya ingin melihat Sif dan Warriors
Three lebih banyak lagi. Apalagi Zachary Levi (Chuck) sebagai Fandral yang
menggantikan Joshua Dallas (pemeran Fandral di film pertama). Sosok Levi di
film ini hampir tak dikenali dengan rambut pirangnya, namun di antara Warriors
Three menurut saya aktingnya yang paling charming. Sebagai informasi, di film
pertama sebenarnya ia yang dipilih untuk Fandral, namun batal karena jadwal
shootingnya bentrok dengan Chuck. Justru pada saat shooting Thor: The Dark
World, jadwal Joshua Dallas-lah yang bentrok dengan shooting Once Upon a Time
sehingga kembali digantikan oleh Zachary Levi. Di film ini juga ada cameo dari
salah satu Avenger yang menjadi bagian dari humor cirikhas Marvel Studios.
Seperti
yang saya sebut di awal tadi, film ini diawali dengan gelap dan tidak memiliki happy ending. Bahkan menurut
saya endingnya jauh lebih gelap dibandingkan film Thor yang pertama. Selain
itu, film ini juga masih menyisakan banyak pertanyaan tak terjawab, yang tentunya
akan dijawab oleh Marvel Studios pada film-film berikutnya.
Dan
seperti halnya Marvel Studios lainnya, tentu film ini juga ada scene tambahan.
Bahkan di film ini tidak hanya satu, namun dua scene tambahan: mid-credit dan
after credit. Tak salah rasanya apabila saya menuliskan apa yang terjadi di
scene tambahan itu, karena sebagian besar penonton sepertinya sudah beranjak
dari kursinya ketika adegan itu tayang. Pada after credit, Thor kembali ke Bumi
untuk menemui Jane Foster dan teman-temannya, sehingga pada saat The Avengers:
Age of Ultron yang akan tayang 2015 mendatang, posisi Thor ada di Bumi bersama
Jane. Setelah adegan itu, monster dari Jotunheim yang berpindah dunia ketika
peperangan terjadi digambarkan sedang mengejar burung-burung.
Scene
tersebut tidak sepenting mid-credit scene, yang menampilkan Sif dan Volstagg
menyerahkan kotak berisi Aether kepada sosok yang kemudian diperkenalkan
sebagai The Collector (Benicio Del Toro). Para penggemar Marvel Comics pasti
paham bahwa The Collector ini adalah seorang sosok yang abu-abu, bahkan lebih
tak jelas dari Nick Fury. Dan The Collector akan berperan penting dalam Guardians
of The Galaxy, yang filmnya akan tayang pada tahun 2014. Dan Aether ini
ternyata adalah satu dari enam Infinity Stones yang apabila disatukan di
Infinity Gauntlet, maka sang pemakai akan menguasai kekuatan layaknya Tuhan.
Dalam komik, keenamnya berhasil dicuri oleh Thanos yang dirumorkan akan muncul
pada sekuel ketiga dari The Avengers.
Serial
TV Agents of S.H.I.E.L.D juga menampilkan aftermath dari Thor: The Dark World
pada episode ke-8, dimana para agen rahasia itu harus membersihkan sisa-sisa peperangan
dan juga pesawat alien yang hancur di Greenwich.
Menurut
saya, Thor: The Dark World adalah film dari Marvel Studios yang terbaik
sepanjang 2013. Overall, terbaik kedua setelah Iron Man. Alan Taylor berhasil
menampilkan kemegahan Asgard, dahsyatnya peperangan, sekaligus mengaduk-aduk
emosi penonton hingga adegan terakhir.