![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLXo8XESBxpBT3BGk8bxm6fAYlGVI16Y5Lw8_QrhNZDipNaA0TAPCWmi5xx5XY2BEaW2-vn-i7YI7Ro2Ud6mWt6TJd_Wc-rfJRBsEsXgMmBuXFYhSjOXfx12P8xRP5BHVbgdCyWoqiodM/s320/Thor-Movie-Poster.jpg)
Tentu saja, tantangan paling besar dalam membuat The Avengers adalah bagaimana mempersatukan alam Thor yang bernuansakan keajaiban dewa-dewa Nordik dengan alam Iron Man yang penuh dengan teknologi canggih. Sampai dengan saat ini, Marvel sudah berhasil dalam usahanya “membumikan” ilmu pengetahuan sehingga serumit apapun dunia Iron Man namun publik tidak pernah meragukan keriilannya. Bahkan dapat dikatakan teknologi James Bond pun masih “kalah nyata” dengan teknologi Stark Industries.
Tantangan inilah yang kemudian diserahkan ke Kenneth Branagh, sutradara kaliber Oscar, untuk memikirkannya dalam menyutradarai Thor. Sebab tak bisa dipungkiri, film perdana Branagh tentang karakter superhero inilah yang menjadi salah satu tonggak utama The Avengers. Apabila Branagh gagal, maka kemungkinan besar proyek The Avengers juga tak akan terealisasi.
Dalam menjelaskan aspek kerelijiusan dalam dunia Marvel ini, dapat saya katakan bahwa Branagh mengambil risiko yang sangat besar. Fantastisnya dunia Thor dijelaskan dengan satu pemahaman: bahwa Thor sebenarnya bukanlah dewa kaum Nordik. Ia hanyalah makhluk yang memiliki kecanggihan teknologi sehingga diinterpretasikan sebagai dewa oleh manusia yang pengetahuannya masih sangat terbatas. Sihir atau magic, hanyalah science yang belum kita pahami. Sementara asal usulnya, Asgard, tak lain adalah suatu tempat yang berlokasi di gugus planet lain.
Dengan kata lain, Thor adalah alien.
Dalam catatan saya, ini adalah kali pertama Marvel secara terang-terangan menawarkan teori bahwa yang dianggap “dewa” oleh kaum-kaum di masa lalu dapat dijelaskan secara ilmiah sebagai makhluk yang memiliki teknologi yang jauh lebih canggih dan tak dapat dicerna akal manusia pada waktu itu.
Teori yang ditawarkan Marvel dan Branagh itu tercermin dalam kata-kata Thor kepada Jane Foster, bahwa Asgard adalah tempat dimana magic dan science dapat berjalan seiring. Dalam film ini, Asgard juga tidak digambarkan sebagai dunia yang politeistik seperti halnya Olympus dalam “Clash of The Titans”. Dan lebih jauh lagi, film ini juga tidak berusaha menggiring penonton ke arah neo-paganisme yang memuja alien sebagai Tuhan. Film ini justru menekankan bahwa “dewa-dewa” itu dan manusia berkedudukan sejajar dan sama kuat, tidak ada yang lebih superior dalam hal moralitas.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYtPlnUJyQC9bZbEoghWtkM80NHsS9NKLN0lL1VkDqEpBwxGdQnPCeFKXxiJRFVmHyGR8Hm3qjaddcaHyaPssyxcrp7L7tEbd4qa-QEH65_zn8QHUhIhPxhI6cNEyuJih9mvwJclbjVkw/s320/Thor_portman.jpg)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrFHvf5TwR4twzIkea17V_21PfzVy7_CiRfWcgeAu7Dw1KuexZ8Nc7T6AC9C3Gxkzj5XPKbgN0qCs7iTmmB4zI5sGM9wqvEpaU8FakUahfeJF3IPzaTHiINYud25DkW_XvPBvnusirE8w/s320/thor-movie-photo-11.jpg)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEht1iePUsChInXP5XWOVoBeL_m0FivLts6m7K0MrGqc0OZ9DLYPQpGRP6R3XOSIUh_nOA2RdI9gCRfiUmyXmVDYkmqdSYnonMLIxHYMK4suMIfOOQclwowiQwwwnLx9h2SZ6TTkJ5G-nnc/s320/MAN-05632Rv2-560x373.jpg)
Tapi seperti halnya Iron Man, yang tak kalah menarik dalam film Thor adalah pengembangan karakternya. Di sini kita melihat Thor (Chris Hemsworth) di awal film yang sangat dimanja dan diberikan fasilitas tak terbatas oleh ayahnya, Odin (Anthony Hopkins). Bahkan sang ayah sudah mem-plot Thor untuk menjadi penguasa Asgard berikutnya, menggantikan dirinya. Karena keinginannya yang selalu terpenuhi, Thor menjadi arogan dan bertindak semaunya. Namun kemudian Thor bertindak di luar batas toleransi dan merusak perdamaian di antara Asgard dan Frost Giants, sehingga Odin mencabut semua “fasilitas” super-powernya (termasuk Mjolnir, palu godam yang menjadi senjata andalannya). Thor dibuang ke Bumi oleh Odin melalui Bifrost Bridge, dan di Bumi ia belajar mengenai kemanusiaan dan pengorbanan dari Jane Foster (Natalie Portman). Di Bumi, peran Hemsworth sangat pas dalam berbagai adegan yang mengharuskan Thor untuk beradaptasi dengan manusia, bagaikan ikan yang keluar dari akuarium. Akhirnya melalui berbagai peristiwa, Thor memperoleh kembali kekuatannya dan menjadi pahlawan yang tak lagi egosentris.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghbYvFcmQ14OS4x5A7yM8NyiGZ4OXN0ND6yAy8ILxtPijFsQ2A4mBEhAvVlh5iyTO4D2drPczK9gYRV_XQ5izWExcoIWn6iMTr5CJJTfQ0HQqnICEH7R_ZHBjMiY6UDww-HLJtMTTY0Pc/s320/thor-movie-review.jpg)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjF4i0FHYp6jnuzIBuaL5mO7ENePXqdqHsPknzkF3ZkvuWEbIa3ng8h01yzZghjeMLrMNxUTjBg2ed-_wqB99Ek6l-iyCxo9-02jLNUurNv7GpgzKVA79ZirxkV70tEVSqEDa1rm_kILRM/s320/thor-movie-tom-hiddleston.jpg)