Dunia TRON dikonsep dan diciptakan sejak tahun 1976 oleh Steven Lisberger, seorang animator, yang kemudian menyutradarai sendiri filmnya. Pada awalnya, ilham Lisberger didapat dari sebuah game yang sangat terkenal di era 70-an, bernama “Pong”. Ia terobsesi dengan games dan ingin membuat film dimana games dapat dinikmati oleh semua orang, termasuk orang yang bukan penggemar games.
Bersama dengan seorang produser bernama Donald Kushner, pada tahun 1977 ia mendirikan studio animasi dimana tujuan awal adalah membuat konsep filmnya sebagai 100% animasi. Tapi dalam perjalanannya, ia mengubah konsep animasi menjadi campuran animasi dengan live action. Tentu saja konsep yang baru dan terdengar mahal (pada waktu itu) banyak ditolak oleh berbagai perusahaan perfilman, termasuk Warner Bros, Columbia Pictures, dan MGM. Sehingga hanya di-approve oleh satu perusahaan pada tahun 1980: Walt Disney Productions. Namun demikian, rupanya tantangan tak berhenti di situ, karena pada waktu itu Disney adalah perusahaan yang tidak pernah menggunakan jasa animator dari luar perusahaan, seperti halnya Lisberger dan timnya. Ketika Lisberger berusaha merangkul para animator Disney untuk bekerjasama dengan timnya, tak ada seorangpun yang menyambut undangan tersebut.
Lisberger kemudian menggunakan tiga desainer untuk menciptakan dunia komputer TRON itu: Jean Giraud, Syd Mead (yang mendesain dunia Blade Runner), dan Peter Lloyd. Sedangkan untuk sekuen animasinya, Lisberger menggunakan empat perusahaan komputer grafis terbaik saat itu: Information International, Inc., MAGI, Robert Abel & Associates, dan Digital Effects. Keempat perusahaan itulah yang bertanggung jawab atas animasi di TRON, walau lamanya tak lebih dari 20 menit saja. Yang mengagumkan, komputer yang mereka gunakan hanya memiliki memori 2 MB, dan satu disk yang berkapasitas 330 MB. Tapi hasilnya sungguh luar biasa pada waktu itu.
Berkat kerja keras Lisberger dan tim, TRON diganjar Academy Awards ke-55 pada tahun 1983 untuk Best Costume Design. Dan yang luar biasa, 14 tahun kemudian, TRON kembali meraih Academy Awards untuk Technical Achievement.
TRON akhirnya dirilis pada tanggal 9 Juli 1982, dibintangi oleh Jeff Bridges, Bruce Boxleitner, David Warner, Cindy Morgan, Barnard Hughes, serta Dan Shor. Dengan total biaya produksi sebesar US $17 juta, film ini meraih pendapatan US $33 juta di Amerika Serikat saja. Pada masanya, TRON telah memancangkan tonggak untuk penerapan CGI dalam teknologi perfilman, yang kemudian diikuti oleh film-film generasi 2000-an seperti trilogy The Matrix, 300, dan Inception. Belum lagi secara kultural, TRON telah berhasil merasuki pikiran anak-anak pada waktu itu sehingga menghias sepeda BMX-nya supaya menyala dalam kegelapan seperti Light Cycle dalam dunia TRON. Sedangkan film seri TV yang jelas-jelas terpengaruh oleh TRON adalah “Automan” yang pernah tayang di TVRI tahun 80-an.
Di dunia games, TRON juga telah memberikan pengaruh perubahan secara visual. Dari games yang bentuknya aneh dan primitif seperti “Pong” menjadi realistis dan 3 dimensi seperti sekarang ini.
Rupanya Disney tidak melupakan pengaruh TRON secara teknologi maupun kultur sehingga menjadi cult phenomenon itu. Sejak tahun 1990-an mereka mulai memikirkan sekuel dari film itu, yang kemudian diberi judul “TRON Legacy”. Lisberger, Bridges, dan Boxleitner juga kembali. Kali ini Lisberger tidak lagi berperan sebagai sutradara, namun produser. Sutradara dijabat oleh Joseph Kosinski.
Fokus cerita juga tidak akan berpusat ke Kevin Flynn lagi, yang di film pertamanya diperankan oleh Jeff Bridges. Tapi lebih menyorot Sam Flynn, anak Kevin, yang diperankan oleh Garrett Hedlund. Hedlund selama ini banyak berperan sebagai peran pembantu dalam film-film Four Brothers, Eragon, Georgia Rule, dan Death Sentence. Namun yang luar biasa dari film ini, Jeff Bridges tidak hanya berperan sebagai Kevin Flynn yang usianya sudah uzur dan berjenggot putih, namun dia juga berperan sebagai program CLU 2, antagonis utama di film ini, yang memiliki wujud seperti Kevin Flynn tapi usianya lebih muda 30 tahun. Jadi tantangannya adalah membuat CGI yang “semanusia” mungkin.
Disamping Bridges, Hedlund, dan Boxleitner, pemeran lainnya adalah Michael Sheen, Olivia Wilde, dan James Frain. Sebagian besar filmnya di-shoot dengan kamera 3D yang dikembangkan berdasarkan Fusion Camera System ciptaan James Cameron yang digunakannya dalam “Avatar”. Oleh Kosinski, sistem itu dikombinasikan dengan kamera Sony F35, yang memiliki sensor CCD 35 mm. Kemudian dikombinasikan lagi dengan lensa Master Primes yang dapat mengumpulkan cahaya. Sebenarnya, cara paling optimal untuk menikmati TRON Legacy adalah menontonnya di IMAX 3D. Sayangnya IMAX 3D terdekat dengan saya adalah di LG IMAX Theatre, Sydney. Jadi saya harus puas menontonnya dengan 3D biasa saja. Untuk kali ini, perusahaan yang menangani efek visualnya adalah Digital Domain.
Sebagai penghormatan atas film “Wizard of Oz” yang dibuat 71 tahun yang lalu, Kosinski menggunakan kamera 2D biasa untuk adegan di dunia nyata, dan kamera 3D tadi untuk adegan di dunia TRON. Mengapa demikian? Karena dulu, film “Wizard of Oz” juga memperkenalkan teknologi baru yaitu Technicolor pada filmnya. Ketika adegan Dorothy di dunia nyata, shootingnya menggunakan tone sepia (teknologi lama). Lalu ketika Dorothy ada di dunia Oz, shootingnya menggunakan Technicolor.
Film score-nya? Kalau di film pertamanya dulu musiknya ditulis oleh Wendy Carlos (The Clockwork Orange, The Shining) berkolaborasi dengan Annemarie Franklin, di film TRON Legacy ini musik ditulis dan diaransir oleh Daft Punk, grup techno dari Prancis. Namun ada kesamaan dalam hal musik di kedua film ini, yaitu original song-nya dinyanyikan oleh Journey.
Seperti halnya pendahulunya, TRON Legacy akan lebih terfokus kepada efek visual, music score, detil, dan desain settingnya. Dengan kata lain, ini adalah film untuk para special-effects geeks. Jadi jangan berharap terlalu banyak pada acting, karakter, screenplay, atau keterkaitan emosi antar karakternya. Walaupun di dalam film ini ada beberapa hal yang bersifat filosofis yang perlu perenungan lebih dalam. Dan seperti kata Joseph Kosinski sang sutradara: “This is a world that had to be designed from scratch. I don’t know how you can direct a movie like this if you’re not interested in design and architecture. It became the guiding philosophy.”